Kasus Covid-19 di Israel Menurun Drastis Sejak Program Vaksinasi

ANTARA FOTO/REUTERS/Amir Cohen/aww/cf
Foto Amir Cohen. Botol vaksinasi COVID-19 yang dibuang di cabang Maccabi Healthcare Service di Ashdod, Israel, Selasa (29/12/2020). Program vaksinasi di negara tersebut menunjukkan penurunan kasus positif dan orang yang dirawat inap akibat Covid-19.
9/2/2021, 15.37 WIB

Penelitian di Israel menemukan bahwa vaksin virus corona memiliki dampak yang kuat dan cepat dalam penanganan pandemi. Hal itu tercermin dari penurunan drastis kasus Covid-19 dan orang yang dirawat inap dalam beberapa minggu setelah peluncuran vaksinasi Covid-19.

Peluncuran program vaksinasi yang cepat di Israel dijadikan semacam laboratorium uji klinik untuk dunia. Dari data awal didapatkan bahwa vaksin bekerja sama baiknya seperti saat uji klinis.

Layanan Kesehatan Maccabi melaporkan pada Kamis (4/2) bahwa dari 416.900 orang yang divaksinasi, hanya 254 yang tertular Covid-19 seminggu setelah dosis kedua yang mereka dapatkan. Meski begitu, semua kasusnya ringan. Jika dibandingkan dengan jumlah orang yang tidak divaksinasi, peneliti memperkirakan vaksin Pfizer dan BioNTech yang digunakan di Israel memiliki efektivitas 91%, angka tersebut tak jauh berbeda dari hasil uji klinis yang menunjukkan efektivitas hingga 95%.

Di sisi lain, data statistik nasional Israel mencatat mayoritas penerima vaksin merupakan orang yang berusia 60 tahun ke atas karena mereka memiliki risiko tinggi. Setelah enam minggu program vaksinasi berjalan, jumlah kasus Covid-19 turun 41% dibandingkan tiga minggu sebelumnya. 

Kelompok itu juga mengalami penurunan  rawat inap akibat virus korona hingga 31%, dan penurunan sakit kritis sebesar 24%. "Kami mengatakan dengan hati-hati, keajaiban telah dimulai," tweet Eran Segal, seorang ahli biologi kuantitatif di Weizmann Institute of Science dan rekan penulis studi baru tentang dampak vaksin di Israel seperti dikutip dari nytimes.com pada Senin (8/2).

Para peneliti pun menemukan harapan pada kemampuan vaksin untuk segera menurunkan kasus di antara orang Israel yang mendapat suntikan. Hal itu memberi harapan bagi dunia bahwa semakin banyak vaksin akan semakn manjur melindungi manusia dari penyakit parah Covid-19.

Bahkan beberapa uji coba menunjukkan bahwa vaksin berpotensi memperlambat penularan virus. “Hal itu cukup meyakinkan bahwa kita melihat efek aktual dari vaksinasi pada tingkatan populasi,” kata William Hanage, seorang ahli epidemiologi di Harvard T.H. Sekolah Kesehatan Masyarakat Chan yang tidak terlibat dalam penelitian Israel.

 

Meski begitu, peneliti juga mempertimbangkan faktor lain dalam keberhasilan vaksinasi, yaitu kaarantina wilayah yang dapat mengurangi jumlah infeksi. Menurut penelitian, faktor tersebut mampu memberi dampak yang signifikan pada program vaksinasi. Namun, sebesara besar dampaknya belum dapat ditentukan. 

Selain itu, program vaksinasi Israel juga harus bersaing dengan mutasi virus corona yang mengkhawatirkan. Salah satunya varian B.1.1.7 yang berasal dari Inggris. Varian tersebut telah menyumbang hingga 80% dari sampel yang diuji di Israel.

Sedangkan jumlah orang yang telah divaksinasi di Israel mencapai lebih dari sepertiga penduduknya yang berjumlah lebih dari sembilan juta orang. Adapun hampir dua juta orang telah menerima dosis kedua.

Target pertama program vaksinasi di negara itu ialah warga berusia di atas 60 tahun, kelompok usia yang menyumbang 95% dari lebih dari 5.000 kematian akibat Covid-19 di Israel. Menurut Kementerian Kesehatan, 84% dari kelompok usia tersebut telah divaksinasi.

Meskipun berhasil, Israel tetap rentan. Setelah penurunan kasus baru pada akhir Januari 2021, tingkat rata-rata kasus kembali naik.

Penularan varian B.1.1.7 mungkin sebagian menjadi penyebab, bersama dengan kepatuhan yang lebih rendah dalam pelaksanaan karantina wilayah saat ini dibandingkan dengan sebelumnya. Selain itu,  hampir semua orang Palestina di wilayah pendudukan Israel masih menunggu vaksin. Sehingga orang Israel kurang terlindungi dalam gelombang baru.

Terlebih lagi jika ada varian virus corona yang lebih mengkhawatirkan mulai menyebar di Israel. Salah satunya varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan. Varian tersebut tidak hanya lebih menular, tetapi mungkin juga membuat vaksin menjadi kurang efektif.

Pada saat yang sama, program vaksin Israel yang sangat dibanggakan tampaknya mengalami hambatan karena jumlah mereka yang divaksinasi menurun drastis pada minggu lalu. Hal itu menunjukkan bahwa antusiasme awal negara tersebut mungkin memudar.

Perlambatan program vaksinasi elah membuat beberapa pusat vaksinasi sepi pada pekan ini. Salah satu faktrnya yaitu reesistensi program vaksinasi di antara beberapa kelompok, terutama kaum Yahudi ultra-Ortodoks dan warga Arab, dua komunitas yang terkena dampak virus tersebut.

Pemerintah dan jaringan kesehatan meluncurkan upaya baru untuk mendatangkan lebih banyak orang untuk mendapatkan vaksinasi. Jaringan kesehatan Israel menyediakan vaksin untuk siapa saja yang berusia 16 tahun ke atas minggu ini.

Para ahli yang menasihati pemerintah merekomendasikan agar hanya para guru yang telah divaksinasi kembali ke kelas. Mereka juga merekomendasikan untuk mengizinkan pertemuan budaya atau agama secara terbatas, yaitu hanya untuk orang-orang yang telah divaksinasi penuh, telah pulih dari Covid-19, atau dapat menunjukkan tes negatif baru-baru ini.

Galia Rahav, kepala Unit Penyakit Menular dan Laboratorium di Sheba Medical Center di Tel Aviv, mengatakan kesimpulan utama dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa "sangat penting" untuk memvaksinasi hampir setengah juta orang Israel berusia di atas 50 tahun yang belum telah diinokulasi "secepat mungkin".

Selain itu, para ahli menunjukkan adanya celah dalam studi Institut Weizman yang masih harus diisi. Hagai Levine, seorang ahli epidemiologi di Universitas Ibrani-Hadassah di Yerusalem, memperingatkan bahwa para peneliti hanya mengamati tren yang luas di negara tersebut daripada melacak orang-orang yang telah divaksinasi.

Akibatnya, penelitian ini memunculkan sejumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab. Seperti mengapa peneliti hanya melihat penurunan kasus, penyakit parah, dan rawat inap tiga minggu setelah dimulainya kampanye. Dalam uji klinis vaksin Pfizer-BioNTech, para peneliti mengamati tanda-tanda perlindungan pertama kira-kira 10 hari setelah dosis pertama.

Ada kemungkinan bahwa dampaknya lebih lambat di Israel karena kampanye vaksinasi ditujukan terutama pada orang tua, yang sistem kekebalannya mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun pertahanan.

“Pesan kepada dunia yaitu jika Anda memvaksinasi seperti Israel, Anda harus memiliki kesabaran,” kata Hagai Rossman, salah satu penulis studi Weizmann.

Sedangkan Hanage mengatakan bahwa negara lain harus berbesar hati dengan hasil Israel. Studi di Israel juga bisa digunakan sebagai pendorong untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang secepat mungkin.