Menilik Sebab AS Dukung Israel, Tiongkok Dukung Palestina

ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem/WSJ/sa.
Warga Palestina berkumpul di lokasi rumah-rumah yang hancur setelah serangan udara dan artileri Israel t kekera lintas batas antara militer Israel dan militan Palestina berlanjut, di Jalur Gaza utara, Jumat (14/5).
Penulis: Sorta Tobing
21/5/2021, 18.27 WIB

Gencatan senjata antara Hamas dan Israel dimulai hari ini, Jumat (21/5). Mediator kedua belah pihak, yaitu Mesir dan Amerika Serikat, berjanji memberikan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Kairo mengatakan akan mengutus dua delegasinya untuk memantau gencatan senjatan. Baik Palestina dan Israel mengaku siap membalas pelenggaran aksi damai apapun yang pihak lawan lakukan.

Sejak konflik terjadi pada 10 Mei lalu, Pejabat Kesehatan di Gaza menyebut ada 232 warga Palestina, termasuk 65 naka-anak, tewas. Lebih dari 1.900 orang terluka akibat bombardir udara. Israel mengklaim telah menewaskan 160 petempur Hamaz, kelompok yang menguasi Jalur Gaza di Yerusalem Timur. 

Jumlah korban tewas di pihak Israel mencapai  12 orang. Ratusan orang dirawat karena terluka akibat serangan roket dan banyak warga terpaksa mengungsi.

Presiden AS Joe Biden mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengupayakan deeskalasi. Mesir, Qatar, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sedang melakukan mediasi kedua belah pihak.

Biden kemarin juga menyampaikan belansungkawa untuk Israel dan Palestina. “Kami akan bekerja sama dengan PBB dan pemangku kepentingan internasional lainnya untuk memberi bantuan kemanusiaan di Gaza,” ujarnya. 

Bantuan akan dikoordinasikan dengan otoritas Palestina di bawah komando Presiden Mahmoud Abbas, yang bersebarangan dengan Hamas. Sebagai informasi, Abbas berasal dari kelompok Fatah yang menguasai Tepi Barat alias West Bank. 

Pemerintahan Biden tetap berpegang teguh pada perjanjian lama yang dipegang Washington. Di dalamnya tertulis dukungan tegas AS untuk Israel dan hak sah mempertahankan diri dari serangan roket Hamas.

Sikap ini berbeda dengan mayoritas pemimpin dunia yang menyatakan dukungannya kepada Palestina. Bahkan, salah satu negara dengan perekonomian terbesar dunia, Tiongkok, melakukan hal tersebut. Dalam sepekan terakhir, Beijing memainkan peran lebih aktif dalam krisis di wilayah Timur Tengah tersebut. 

Infografik_Peta konflik berdarah Israel-Palestina (Katadata)

Mengapa AS Dukung Israel?

Dukungan tak tergoyahkan negara adidaya itu mulai berakar setelah Perang Duni II. Presiden AS Harry Truman (1945-1953) merupakan pemimpin dunia pertama yang mengakui negara Israel yang berdiri pada 1948.

Melansir dari Al Jazeera, Truman melakukan langkah tersebut karena ikatan pribadi. Mantan mitra bisnisnya, Edward Jacobson, memainkan peran penting dalam meletakkan dasar AS dalam mengakui Israel sebagai negara.

Pertimbangan strategis lainnya adalah Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet. Timur Tengah, dengan cadangan minyak dan wilayah yang strategis, adalah medan pertempuran utama untuk meraih hegemoni negara adidaya.

Ketegasan AS dalam mendukung Israel terlihat pada saat Perang Enam Hari 1967. Israel mengalahkan pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania. Negara kaum Yahudi itu menduduki sisa Palestina serta beberapa wilayah di Suriah dan Mesir. 

Ada pula perang 1973 yang berakhir dengan Israel mengalahkan Mesir dan Suriah. Aksi ini berhasil memecah belah kedua negara dan menggagalkan pengaruh Uni Soviet di sana. AS menggunakan perang ini untuk meletakkan kesepakatan damai Israel dan Mesir pada 1979. 

Di abad ke-21 ini hubungan AS dan Israel semakin mesra. Presiden AS Barack Obama menandatangani perjanjian pertahanan dengan negara itu pada 2016. 

Salah satu isinya, AS memberikan US$ 38 miliar dalam bentuk dukungan militer selama sepuluh tahun kepada Israel. Termasuk di dalamnya pendanaan untuk sistem pertahanan rudal Iron Dome. 

Anak-anak pengungsi Palestina. (ANTARA FOTO/REUTERS/Suhaib Salem/FOC/dj)

Mengapa Tiongkok Dukung Palestina?

Negeri Panda mendukung kedaulatan Palestina karena telah lama memiliki hubungan erat. Ada yang menyebut ikatan keduanya dengan istilah Sino-Palestinian.

Melansir dari berbagai sumber, semua bermula setelah Partai Komunis Tiongkok menang pada 1949 dan Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Partai Komunis Tiongkok mendukung kelompok bersenjata Palestina dari kelompok Fatah, seperti Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) dan Frot Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP) sejak 1950an. 

RRT juga mendukung pemimpin Palestina Yasser Arafat dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Organisasi ini mendirikan kantor diplomatik di Tiongkok pada Mei 1965. 

Setelah RRT diterima sebagai anggota PBB pada 1971, negara ini terus mendukung perjuangan Palestina. Kedutaan besar PLO dibuka di Beijing pada musim panas 1974. 

Tak seperti AS, Tiongkok bahkan menolak menyebut Hamas sebagai organisasi teroris. Beijing menganggap kelompok bersenjata ini perwakilah terpilih rakyat Palestina. 

Pada Juli 2017, Presiden Tiongkok Xi Jinping menyampaikan posisi negaranya dalam konflik Israel-Palestina. Negeri Manufaktur mendukung pembentukan Palestina yang merdeka dan berdaulat dalam kerangka solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. 

Dua tahun kemudian, Palestina adalah salah satu dari 54 negara yang mendukung kebijakan Beijing di wilayah Xinjiang di PBB. Setahun kemudian, Palestina juga mendukung undang-undang keamanan nasional Hong Kong. 

Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyebut setidaknya satu juta orang Uighur dan sebagai besar minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Tiongkok menyangkal tuduhan tersebut.

Undang-undang keamanan nasional Hong Kong juga menimbulkan kontroversi. Kehadirannya telah membungkam demokrasi di wilayah bekas koloni Inggris tersebut.

Penyumbang bahan: Muhammad Fikri (magang)