Eropa Batasi Akses Orang yang Belum Vaksin Covid-19

ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman/aww/cf
Penjaga berpatroli di area terminal Eurostar yang ditutup di stasiun kereta Brussels South setelah negara Eropa yang bertetangga dengan Britain mulai menutup pintu mereka terhadap pelancong dari United Kingdom di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus korona yang begitu cepat, di Brussels, Belgia, Senin (21/12/2020).
Penulis: Yuliawati
27/7/2021, 19.57 WIB

Beberapa negara berencana membatasi akses penduduk dan pendatang yang belum pernah menerima vaksin virus corona. Kebijakan ini untuk mendorong anggota masyarakat yang enggan menerima vaksin.

Rencana ini pertama kali dilontarkan Presiden Perancis, Emmanuel Macron, yang diikuti pemimpin negara lain. Macron rencana membuat aturan hukum membatasi akses ke ruang publik bagi mereka yang belum menerima vaksin secara penuh atau tes PCR negatif.

The Guardian melaporkan berkat peringatan ini, sebanyak empat juta suntikan vaksin diberikan di Perancis dalam dua pekan terakhir. Kementerian kesehatan setempat melaporkan pada Senin (26/7) sebanyak 33,2 juta orang atau hampir 50% dari total populasi telah divaksinasi.

Irlandia pun membuat aturan ketat dengan menyaratkan pelanggan yang boleh menginap di perhotelan harus memiliki sertifikat digital Uni Eropa. Pembuktian status vaksin berdasarkan catatan dari Eksekutif Layanan Kesehatan negara itu. Hal ini juga akan diterapkan di Belgia dan Italia mulai bulan depan.

Seperti halnya Perancis, Italia juga turut mengumumkan pada Kamis pekan lalu bahwa warganya wajib menunjukkan bukti vaksinasi atau tes negatif bila ingin berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu, termasuk makan di dalam ruangan, mengunjungi museum dan menghadiri pertunjukan.

Meski sempat terjadi pertentangan, Italia tetap melancarkan seruannya. Hal ini ditandai dengan perluasan penggunaan kartu kesehatan Italia, atau "green certification". Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong lebih banyak vaksinasi serta menumpulkan penyebaran varian Delta, yang menyebabkan peningkatan jumlah kasus virus corona di seluruh benua.

"Varian Delta virus itu mengancam, kita harus bertindak menghadapi Covid-19," kata Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, dalam konferensi pers pada Kamis malam dikutip dari New York Times.

Perdana Menteri Italia melalui juru bicaranya juga mengatakan, untuk terus memungkinkan pulihnya ekonomi Italia, maka harus menegakkan persyaratan dalam kegiatan bisnis dan pemberian sanksi bagi pelanggarnya. Jika langkah ini tidak diterapkan, maka Italia terpaksa akan memberlakukan lockdown kembali.

Hingga saat ini, pemerintah Italia melaporkan, bahwa lebih dari 50% orang Italia yang berusia di atas 12 tahun atau sekitar 28 juta orang telah divaksinasi penuh.

Pembatasan akses bagi warga yang belum divaksinasi juga akan dilakukan oleh Jerman. Dikutip dari EuroNews, Kepala staf Kanselir Jerman, Angela Merkel telah memperingatkan bahwa pembatasan akses bagi orang yang tidak divaksinasi mungkin diperlukan jika jumlah kasus mencapai ketinggian baru dalam beberapa bulan mendatang.

Senada dengan Angela, politisi Helge Braun dikutip dari The Guardian, mengatakan bahwa orang yang tidak divaksinasi mungkin dilarang memasuki tempat-tempat seperti restoran, bioskop, dan stadion dikarenakan risiko residualnya terlalu tinggi.

“Mendapatkan vaksinasi penting untuk melindungi dari penyakit parah dan orang yang divaksinasi pasti akan memiliki lebih banyak kebebasan daripada orang yang tidak divaksinasi," kata Braun dikutip dari Euro News.

Pertentangan tidak hanya terjadi di Italia, Jerman sebagai salah satu negara yang menghuni daratan eropa juga merasakan hal yang sama. Kandidat utama Demokrat Kristen pada pemilihan federal September esok, Armin Laschet, menentang kebijakan wajib vaksin.

“Mewajibkan orang untuk mendapatkan vaksin bukanlah sesuatu yang bisa saya ikuti,” katanya dalam sebuah wawancara televisi dikutip dari The Guardian.

Sampai saat ini, masyarakat Jerman yang telah menerima dua dosis vaksin berkisar 49,4%, sedangkan 61% lainnya hanya menerima satu dosis. Antusias warga Jerman tentang vaksin mengalami penurunan, banyak dari mereka yang memilih untuk berlibur daripada menerima vaksin dosis kedua.

Armin mengatakan, dia mungkin siap untuk memikirkan kembali soal kebijakan wajib vaksin jika jumlah orang yang divaksinasi tetap rendah di musim gugur.

Penyumbang bahan: Mela Syaharani