Para pejabat senior Taliban bertemu dengan Wakil Sekjen untuk Urusan Kemanusiaan Dewan Keamanan PBB Martin Griffiths di Kabul pada Minggu (5/9). Juru Bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan, PBB berjanji untuk mempertahankan bantuan bagi rakyat Afganistan.
Mullah Abdul Ghani Baradar, kepala kantor politik Taliban dan pejabat lainnya bertemu dengan Griffiths karena Afganistan menghadapi krisis kemanusiaan yang berpotensi menimbulkan bencana akibat kekeringan parah dan ekonomi yang runtuh.
"Delegasi PBB menjanjikan kelanjutan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Afganistan. Ia mengatakan akan meminta bantuan untuk Afghanistan saat pertemuan negara-negara donor yang akan datang," kata Shaheen di Twitter, seperti dikutip dari Reuters, Senin (6/9).
Afganistan, salah satu negara termiskin di dunia, telah jatuh ke dalam krisis akibat berakhirnya bantuan luar negeri miliaran dolar AS secara tiba-tiba. Bantuan dihentikan setelah runtuhnya pemerintah yang didukung Barat dan kemenangan Taliban bulan lalu.
Shaheen mengatakan, Taliban meyakinkan PBB untuk melakukan kerja sama dan membantu penyediaan fasilitas yang dibutuhkan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa diperkirakan akan mengadakan konferensi bantuan internasional di Jenewa pada 13 September untuk mencegah lonjakan bencana kemanusiaan di Afganistan.
"Kami membutuhkan komunitas internasional untuk berdiri bersama dan mendukung rakyat Afganistan," kata Guterres dalam sebuah posting di Twitter yang mengumumkan konferensi untuk mendapatkan bantuan
Gutteres juga meminta akses kemanusiaan penuh dan tanpa hambatan untuk memastikan warga Afghanistan terus mendapatkan layanan penting yang mereka butuhkan. Banyak warga Afghanistan berjuang untuk memberi makan keluarga mereka di tengah kekeringan parah, jauh sebelum gerilyawan Taliban merebut kekuasaan bulan lalu. Jutaan orang sekarang mungkin menghadapi kelaparan dengan negara yang terisolasi dan ekonomi yang berantakan, kata badan-badan bantuan.
"PBB berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Afghanistan dan berkomitmen untuk tinggal dan memberikan untuk mereka," kata Guterres.
Konflik hingga penguasaan Taliban atas Afganistan dianggap memperburuk kondisi ekonomi negara tersebut hingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi berpotensi anjlok 20% pada 2021. Nilai Afgani, mata uang Afganistan, juga diperkirakan melemah jauh di level saat ini.
Anwita Basu, Kepala Asia Country Risk di Fitch Solutions - cabang analisis dan penelitian Fitch Group menyampaikan, produk domestik bruto (PDB) Afganistan akan terjun, seperti halnya Myanmar dan Suriah, dua negara yang mengalami konflik serupa.
"Kemungkinan ekonomi akan berkontraksi tajam tahun ini, negara-negara yang menghadapi keadaan serupa seperti Myanmar dan Suriah telah melihat PDB mereka runtuh sekitar 10-20%," kata Basu kepada Reuters, Minggu (22/8).
Ekonomi Afganistan tahun ini semula diperkirakan tumbuh 2,7%, setelah tahun lalu turun 2% karena pandemi Covid-19. Laju ekonomi akan dipicu mobilitas dan perdagangan yang mulai bergairah.
Namun, proyeksi itu berubah. Kekerasan, ketidakstabilan, dan korupsi dianggap akan melumpuhkan ekonomi Afganistan selama bertahun-tahun ke depan. Keadaan ini mempersulit bisnis untuk berkembang dan membuat ekonomi sebagian besar penduduk stagnan.