Inggris dan AS Ancam Putus Akses Rusia atas Poundsterling dan Dolar

ANTARA FOTO/REUTERS/Hannah McKay/Pool/WSJ/dj
Hannah McKay/Pool /WSJ/ Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengadakan konferensi pers di 10 Downing Street, pada hari renungan menandai peringatan penguncian pertama akibat penyakit virus korona (COVID-19) di Inggris, di London, Inggris, Selasa (23/3/2021).
Penulis: Lavinda
20/2/2022, 20.46 WIB

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Inggris dan Amerika Serikat akan memutus akses perusahaan Rusia terhadap dolar AS dan poundsterling jika pemerintah Rusia melakukan invasi ke Ukraina.

Amerika Serikat dan Inggris telah berulang kali memperingatkan Rusia untuk tidak menginvasi Ukraina. Langkah ini dianggap akan memicu pertikaian dan menjadi konflik terbesar sejak akhir Perang Dunia Kedua.

"Kami bahkan, dengan rekan Amerika kami, akan menghentikan mereka berdagang dalam poundsterling dan dolar AS, itu akan sangat keras," kata Johnson dikutip Reuters, Minggu (20/2).

Johnson menilai ancaman sanksi akan cukup untuk menghalangi Presiden Rusia Vladimir Putin karena orang nomor satu di Rusia ini dianggap tidak berpikir logis.

"Kita harus menerima saat ini bahwa Vladimir Putin mungkin berpikir tidak logis tentang ini (invasi Ukraina) dan tidak melihat bencana di depan," kata Johnson.

Sebelumnya, Inggris telah mengancam akan memblokir perusahaan-perusahaan Rusia yang ingin meningkatkan modal di London. Inggris belum merinci perusahaan-perusahaan yang akan terkena sanksi, tetapi Johnson berkomitmen untuk tak memberi tempat bagi oligarki Rusia untuk bersembunyi. Johnson mengatakan target dapat mencakup bank-bank Rusia. 

Rusia membantah berencana untuk mencaplok bagian lain dari Ukraina, setelah mengambil Krimea pada 2014 lalu. Putin mengatakan Barat menabur histeria dalam upaya kasar untuk memikat Rusia ke dalam perang setelah mengabaikan kekhawatiran Kremlin tentang perluasan NATO setelah Perang Dingin.

Menurut perkiraan Barat, Rusia memiliki lebih dari 150.000 tentara di perbatasan Ukraina.