PBB Tangguhkan Keanggotaan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia

ANTARA FOTO/REUTERS/Andrew Kelly/WSJ/dj
President Ukraina Volodymyr Zelenskiy muncul pada layar saat memberikan pernyataan di hadapan Dewan Keamanan PBB melalui tautan video selama rapat, ditengah serangan Rusia di Ukraina, di Markas Pusat PBB di Manhattan, New York, Amerika Serikat, Selasa (5/4/2022).
8/4/2022, 08.35 WIB

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Kamis (7/4). Keputusan itu diambil berdasarkan laporan pelanggaran berat dan sistematis atas hak asasi manusia di Ukraina.  Menanggapi keputusan itu, Moskow mengumumkan bahwa mereka keluar dari badan tersebut.

Dalam pemungutan suara, keputusan itu didukung oleh 93 suara. Sementara 24 negara memilih tidak dan 58 negara abstain. Dua pertiga suara dari Majelis umum yang terdiri dari 193 anggota tersebut dibutuhkan untuk menangguhkan Rusia dari 47 anggota Dewan Hak Asasi Manusia yang berbasis di Jenewa.

Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Gennady Kuzmin menggambarkan langkah itu tidak sah dan bermotivasi politik. Dia pun mengumumkan bahwa Rusia telah memutuskan untuk keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia.

"Anda tidak mengajukan pengunduran diri setelah Anda dipecat," kata Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/4).

 Saat ini, Rusia berada di tahun kedua dari masa jabatan tiga tahun di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Di bawah resolusi kemarin, Majelis Umum sebenarnya bisa setuju untuk mengakhiri penangguhan tersebut. Tapi itu tidak bisa terjadi karena Rusia telah keluar dari dewan.

Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan PBB mengirim pesan yang jelas bahwa penderitaan para korban dan penyintas tidak akan diabaikan.

"Kami memastikan pelanggar hak asasi manusia yang gigih dan kejam tidak akan diizinkan untuk menduduki posisi kepemimpinan hak asasi manusia di PBB," katanya.

Dewan Hak Asasi Manusia tidak dapat membuat keputusan yang mengikat secara hukum. Keputusannya mengirimkan pesan politik yang penting dapat mengizinkan penyelidikan. Bulan lalu, dewan tersebut membuka penyelidikan atas tuduhan pelanggaran hak, termasuk kemungkinan kejahatan perang di Ukraina.

 Resolusi ini adalah yang ketiga diadopsi oleh Majelis Umum beranggotakan 193 orang sejak Rusia menginvasi negara tetangga Ukraina pada 24 Februari. Dua resolusi Majelis Umum sebelumnya yang mencela Rusia diadopsi dengan 141 dan 140 suara mendukung.

Setelah abstain pada dua suara Majelis Umum sebelumnya, Cina menentang resolusi tersebut pada hari Kamis (7/4).

"Langkah tergesa-gesa di Majelis Umum, yang memaksa negara-negara untuk memilih pihak, akan memperburuk perpecahan di antara negara-negara anggota dan mengintensifkan konfrontasi antara pihak-pihak terkait. Ini seperti menambahkan bahan bakar ke dalam api," kata Duta Besar Cina untuk PBB Zhang Jun.

Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mencatat korban sipil akibat perang di Ukraina sudah mencapai 1.123 orang per 5 Maret 2022 waktu setempat.

OHCHR mengungkapkan ada 364 warga sipil yang meninggal, terdiri dari 74 laki-laki, 42 perempuan, 8 anak laki-laki, 4 anak perempuan, serta 13 anak dan 223 orang dewasa yang jenis kelaminnya belum diketahui. Sementara itu, 759 warga ditemukan luka-luka. Jumlah ini terdiri dari 67 laki-laki, 48 perempuan, 2 anak laki-laki, 11 anak perempuan, serta 28 anak dan 603 orang dewasa yang jenis kelaminnya belum diketahui.