Cerita Pengusaha Ukraina Bertahan di Tengah Perang: Listrik, Air Sulit

ANTARA FOTO/REUTERSATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. TPX IMAGES OF THE DAY /foc.
Ilustrasi. Perang di Ukraina yang dipicu Rusia sudah berlangsung selama satu tahun.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
13/2/2023, 19.38 WIB

Ekonomi Ukraina anjlok 30% sepanjang tahun lalu akibat perang yang dipicu serangan Rusia. Para pengusaha Ukraina berjuang mempertahankan bisnisnya di tengah perang, yang antara lain menyebabkan kesulitan listrik dan air. 

Direktur Kerja Sama Internasional Kadin Ukraina Anna Liubyama mengatakan, sebagian kota mulai hidup, termasuk di ibu kota negara, Kiev yang sempat seperti kota hantu. Sebagian besar perusahaan Ukraina mencoba terus bertahan, antara lain dengan melakukan relokasi pabrik. 

"Bisnis kami cukup kuat dan tangguh untuk saat ini," ujar Liubyama saat berkunjung ke kantor Katadata.co.id, pekan lalu. 

Ia menjelaskan, banyak pabrik dan infrastruktur penting yang hancur selama perang. Beberapa perusahaan memilih untuk merelokasi bisnisnya ke bagian barat Ukraina. Namun, tantangan tak berhenti di situ. Pasokan listrik, internet, dan air masih menjadi kendala yang mereka hadapi. 

Genset menjadi alternatif yang sering digunakan saat listrik padam. Ekspor Ukraina juga sangat terganggu. Beberapa pelabuhan direbut oleh Rusia, sehingga para eksportir Ukraina harus mengekspor melalui pelabuhan lain maupun negara tetangga. 

Meski demikian, perusahaan-perusahaan di Ukraina saat ini sudah dapat kembali melakukan espor.  Beberapa barang ekspor yang dicatat Anna adalah barang pertanian dan komponen konstruksi.

Salah satu barang dagang Ukraina yang penting bagi pasar global adalah gandum dan minyak bunga matahari. Ukraina memasok 70% kebutuhan gandum dunia dan 57% kephutuhan minyak bunga matahari dunia. 

"Indonesia juga menjadi salah satu negara tujuan ekspor utama kami untuk gandum dan jagung," kata Anna.

Selain gandum, menurut dia, terbuka kemungkinan untuk kerja sama perdagangan di sektor pertanian lainnya, termasyk buah-buahan. Ia mencontohkan, Ukraina dapat mengekspor bluberi, ceri, dan apel ke Indonesia, serta mengimpor kelapa dan mangga dari Indonesia.

"Kami punya lebih dari 10.000 perusahaan di Ukraina dan kami siap untuk menawarkan produk yang baik dengan harga bersaing. Kalau ada ketertarikan berbisnis di Ukraina, kami bisa menghubungkan dengan orang yang tepat," ujarnya.

Meski menghadapi kondisi sulit, ia menegaskan rakyat Ukraina terus berupaya untuk memperoleh kembali kemerdekaan mereka. Pemerintah Ukraina pun berusaha  mempermudah bisnis dan investasi di situasi saat ini.  Salah satunya dengan menggodok aturan registrasi elektronik atau e-registration.

Liubyama menjelaskan, e-registration memungkinkan perusahaan asing untuk membuka perusahaan di Ukraina melalui pendaftaran daring. Menurutnya, hal tersebut akan berguna bagi perusahaan perdagangan yang mau memastikan arus barang dari dan menuju Ukraina.

"Jadi, perusahaan asing bisa beroperasi di Ukraina, bisa daftar di website dan ada tim support untuk yang mau mendaftar," kata Liubyama.

Aturan ini akan mempermudah bisnis dan investasi di Ukraina. Separuh anggaran Ukraina saat ini masih ditopang oleh pajak yang terutama disumbangkan oleh bisnis. Sementara separuh lainnya berasal dari bantuan internasional.

Untuk memastikan keamanan berusaha di Ukraina, menurut dia, pemerintah Ukraina juga telah bekerja sama dengan Bank Dunia. Kerja sama tersebut berupa penyediaan dana untuk melindungi perusahaan di Ukraina.

Nilai kerja sama antara pemerintah Ukraina dengan Bank Dunia tersebut mencapai US$ 17 miliar. Selain sebagai asuransi, dana tersebut akan digunakan untuk pinjaman bunga murah di Ukraina.

Selain itu, menurut dia,  pemerintah dan pengusaha Ukraina sedang mengembangkan infrastruktur logistik baru. "Kami membangun terminal cukai baru. Selain itu, semua perusahaan logistik menciptakan rute baru untuk keperluan ekspor-impor," kata Anna.

Reporter: Andi M. Arief