Senat AS Loloskan Undang-undang Darurat Cegah Government Shutdown

ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque/FOC/sa.
Senat AS telah meloloskan rancangan undang-undang untuk mencegah government shutdown selama 45 hari ke depan. RUU tersebut tinggal menunggu pengesahan dari Presiden Joe Biden.
Penulis: Happy Fajrian
1/10/2023, 12.09 WIB

Senat Amerika Serikat (AS) telah meloloskan rancangan undang-undang belanja darurat untuk mencegah penutupan pemerintahan atau government shutdown yang akan memicu efek domino yang membawa malapetaka terhadap masyarakat dan perekonomian Amerika.

Mengutip CNBC.com, Senat memutuskan untuk mengesahkan undang-undang tersebut pada Sabtu (30/9) malam waktu setempat, 3 jam sebelum tengah malam yang akan menjadi awal dari shutdown. Undang-undang itu akan diserahkan kepada Presiden Joe Biden untuk ditandatangani.

Jika disahkan oleh Biden, RUU tersebut memungkinkan pemerintah Amerika untuk tetap buka selama 45 hari ke depan, sehingga memberi DPR dan Senat lebih banyak waktu untuk menyelesaikan undang-undang pendanaan mereka.

Adapun RUU jangka pendek setebal 71 halaman ini dirumuskan oleh Ketua DPR AS Kevin McCarthy dari Partai Republik California, mengalokasikan dana bantuan bencana, namun tidak termasuk bantuan keuangan baru untuk Ukraina dalam perang melawan Rusia.

Sejak dimulainya perang tersebut, AS telah menyalurkan bantuan keamanan senilai lebih dari US$ 43 miliar atau lebih dari Rp 660 triliun untuk Ukraina.

Sebelumnya Amerika terancam harus menutup pemerintahan jika kongres gagal menyediakan dana untuk tahun fiskal baru yang dimulai pada 1 Oktober 2023. Layanan pemerintah Amerika akan terganggu dan ratusan ribu pekerja federal akan cuti tanpa bayaran.

Selama shutdown, pemerintah AS hanya dapat membelanjakan uangnya untuk layanan-layanan penting, seperti yang terkait dengan penegakan hukum dan keselamatan publik. Ini berarti ratusan ribu pekerja federal tidak akan menerima gaji tepat waktu, sementara lainnya akan cuti.

Ini dapat berdampak pada kesulitan keuangan parah pada keluarga Amerika, di tengah tingginya harga-harga masih tingginya inflasi