Presiden Emmanuel Macron menunjuk Gabriel Attal sebagai perdana menteri Prancis termuda pada Selasa (9/1), setelah PM sebelumnya Elisabeth Borne mengundurkan diri pada Senin (8/1).
Gabriel Attal juga merupakan gay pertama yang memegang jabatan tersebut.
Ia memiliki kemitraan sipil dengan Stéphane Sejourné, Anggota Parlemen Eropa Prancis.
Gabriel Attal sebelumnya menjabat sebagai menteri pendidikan Prancis. Ia menerapkan metrik kinerja baru untuk mengukur akademis anak-anak dan menerapkan larangan kontroversial terhadap penggunaan abaya di sekolah.
Ia diangkat beberapa bulan sebelum pemilihan Parlemen Eropa pada Juni.
Menurut jajak pendapat IPSOS yang dirilis pada Desember, Gabriel Attal merupakan politisi Prancis dengan peringkat persetujuan tertinggi. Dia dengan cepat naik jabatan di kancah politik Prancis selama 10 tahun terakhir, dimulai sebagai penasihat yang tidak dikenal di kementerian kesehatan.
“Ketika saya menunjuk (Gabriel Attal) sebagai menteri pendidikan, saya tahu dia memiliki energi dan keberanian yang diperlukan untuk tugas tersebut,” kata Macron dalam wawancara TV pada Desember, dikutip dari Time, Rabu (10/1). “Saya bangga telah membina bakat-bakat baru.”
Namun para ahli mengatakan Gabriel Attal akan menghadapi tantangan yang sama seperti pendahulunya. Hal ini termasuk kebangkitan kembali kelompok sayap kanan yang tampaknya bakal meraih kemenangan dalam pemilihan Parlemen Eropa pada Juni dan kurangnya mayoritas di parlemen Prancis yang membuat agenda Macron menjadi sulit untuk dilaksanakan.
Macron juga mengalami penurunan popularitas dalam satu setengah tahun terakhir, setelah protes massal meletus atas rencana reformasi pensiun. Selain itu, anggota partai Renaissance yang berhaluan tengah menentang rancangan undang-undang imigrasi.