Prancis Jadi Negara Pertama yang Masukkan Hak Aborsi dalam Konstitusi

ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes/HP/sa.
Prancis menjadi negara pertama di dunia yang mengabadikan hak aborsi dalam konstitusinya, pada Senin (4/3).
Penulis: Hari Widowati
5/3/2024, 15.39 WIB

Prancis menjadi negara pertama di dunia yang mengabadikan hak aborsi dalam konstitusinya, pada Senin (4/3). Ini merupakan puncak dari upaya yang dimulai sebagai tanggapan langsung terhadap keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) untuk membatalkan Roe versus Wade.

Anggota parlemen dari kedua majelis Parlemen Prancis memberikan suara 780 banding 72 untuk mendukung langkah tersebut. Dengan mudah, mereka menyapu bersih tiga perlima mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi Prancis.

Pemungutan suara yang diadakan dalam pertemuan khusus para anggota parlemen di Istana Versailles merupakan langkah terakhir dalam proses legislatif. Senat Prancis dan Majelis Nasional menyetujui amendemen tersebut pada awal tahun ini.

Menurut laporan CNN, amendemen tersebut menyatakan bahwa ada "jaminan kebebasan" untuk melakukan aborsi di Prancis. Beberapa kelompok dan anggota parlemen telah menyerukan bahasa yang lebih kuat untuk secara eksplisit menyebut aborsi sebagai "hak".

Anggota parlemen memuji langkah tersebut sebagai cara yang membuat sejarah bagi Prancis untuk mengirim sinyal dukungan yang jelas pada hak-hak reproduksi, dengan aborsi yang terancam di Amerika Serikat. Beberapa negara di Eropa, seperti Hongaria, di mana partai-partai sayap kanan telah berkuasa, juga menentang aborsi.

Setelah pemungutan suara, Menara Eiffel diterangi dengan tulisan "mon corps mon choix" yang berarti tubuh saya adalah pilihan saya.

Perdana Menteri Gabriel Attal mengatakan sebelum pemungutan suara bahwa para anggota parlemen memiliki "utang moral" kepada para wanita yang, di masa lalu, dipaksa untuk melakukan aborsi ilegal. "Di atas segalanya, kami mengirimkan pesan kepada semua wanita: tubuh Anda adalah milik Anda," kata Attal, seperti dikutip CNN.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa pemerintah akan mengadakan upacara resmi untuk merayakan pengesahan amandemen tersebut pada hari Jumat (8/3), yang merupakan Hari Hak Asasi Perempuan Internasional.

Prancis pertama kali melegalkan aborsi pada tahun 1975. Pada saat itu, Menteri Kesehatan Simone Veil yang juga seorang penyintas Auschwitz, menjadi salah satu ikon feminis paling terkenal di negara itu.

Meskipun aborsi adalah isu yang sangat memecah belah dalam politik AS yang sering kali bertentangan dengan garis partai, di Prancis aborsi didukung secara luas. Banyak anggota parlemen yang memberikan suara menentang amandemen tersebut bukan karena mereka menentang aborsi. Namun, mereka merasa tindakan itu tidak perlu, mengingat dukungan luas untuk hak-hak reproduksi.

Kemenangan bagi Kaum Kiri 

Pengesahan undang-undang ini merupakan kemenangan yang jelas bagi kaum kiri Prancis, yang selama bertahun-tahun telah mendorong agar hak-hak aborsi dijamin dalam konstitusi. Sebelum tahun 2022, pemerintahan Presiden Emmanuel Macron berpendapat bahwa langkah tersebut tidak diperlukan.

Namun, pada tahun 2022, ketika Mahkamah Agung AS memutuskan untuk menentang Roe versus Wade dan membiarkan negara-negara bagian memutuskan sendiri-sendiri tentang masalah ini, Prancis terdorong untuk bertindak.

Menteri Kehakiman Prancis Eric Dupond-Moretti mengatakan dengan jelas, bahwa sejarah penuh dengan contoh-contoh lain di mana "hak-hak fundamental" diyakini aman tetapi kemudian direnggut. "Kita sekarang memiliki bukti yang tak terbantahkan bahwa tidak ada negara demokrasi, bahkan yang terbesar sekalipun, yang kebal," katanya.

Pemungutan suara ini menandai ke-25 kalinya pemerintah Prancis mengubah konstitusi sejak berdirinya Republik Kelima pada tahun 1958.

Gereja Katolik adalah salah satu dari sedikit kelompok yang mengumumkan penolakannya terhadap amandemen tersebut. Akademi Kepausan untuk Kehidupan, sebuah badan Vatikan yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan bioetika, mengatakan bahwa "di era hak asasi manusia universal, tidak ada hak untuk mengambil nyawa manusia." Konferensi para uskup Prancis pada hari Kamis juga menegaskan kembali penolakan gereja terhadap aborsi menjelang pemungutan suara.