Pandemi corona yang merebak di Indonesia selama hampir dua bulan ikut memukul pelaku usaha dan pekerja di sektor perikanan. Pengusaha dan nelayan menyatakan kesulitan menjual ikan hasil tangkapan seiring dengan permintaan yang melemah.
Tak hanya itu, kebijakan karantina wilayah atau lockdown di beberapa negara tujuan ekspor pun menjadikan stok di dalam negeri menumpuk, sehingga harga ikan kian merosot.
Direktur PT Bintang Mandiri Bersaudara Abrizal Ang menjelaskan pengiriman ikan ke dua pasar ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat (AS) dan Eropa terpaksa harus ditunda akibat pandemi Covid-19. Alhasil, stok ikan pun menumpuk dan tempat penyimpanan ikan (cold storage) penuh lantaran permintaan dalam negeri juga ikut menurun.
(Baca: Imbas Pandemi Covid-19, Kinerja BUMN Perikanan Turun & Tunda Ekspor)
"Pandemi Covid-19 membuat pasar dunia tidak menentu menyebabkan ketidakpastian terhadap operasional kami. Seminggu terakhir ini sudah ada 50 kontainer yang sudah disiapkan tapi tidak bisa kirim," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (29/4).
Terhambatnya ekspor ditambah dengan banyaknya hotel dan restoran di Tanah Air yang tutup kian memperburuk keadaan. Hal ini membuat pabrik pengolahan ikan mulai menolak ikan hasil tangkapan nelayan karena pabrik mulai gulung tikar.
Pukulan tak berhenti di situ, kebijakan pemerintah daerah di beberapa tempat yang melarang kapal asing dari luar daerah bersandar di pelabuhan untuk mencegah penyebaran corona. Hal ini akhirnya membuat nelayan kesulitan mencari tempat bersandar dan menjual ikan hasil tangkapan.
(Baca: Panen Perikanan Budidaya Diramal Capai 450 Ribu Ton Meski Ada Corona)
"Meskipun pemerintah pusat sudah menberikan izin untuk diskresi khusus agar kapal-kapal kami bisa ditampung di berbagai pelabuhan, namun peraturan pemerintah daerah cukup menyulitkan karena mereka juga menjaga daerah masing-masing," kata dia.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tegal, Warnadi yang mengatakan harga ikan teri basah telah mencapai titik terendah sebesar Rp 4.000 per kilogram. Minimnya permintaan membuat tempat pelelangan ikan atau TPI mulai sepi, sehingga pembayaran kepada nelayan dilakukan dengan cara dicicil.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah bisa membantu menyerap ikan hasil tangkapan agar para nelayan kecil di pesisir utara pulau Jawa dapat terselamatkan. "TPI saja sekarang sudah tidak bisa dibayar tunai, rata-rata tidak sanggup membayar nelayan," katanya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebelumnya menyatakan, permintaan ikan laut turun sekitar 20%. Hal ini disebakan oleh melemahnya permintaan sektor kuliner dan restoran seiring dengan pandemi corona.
(Baca: 1,5 Juta Pekerja Menganggur Akibat Corona, Bansos Dinilai Belum Cukup)
Sejak virus Covid-19 merebak, aktivitas restoran serta pasar tradisional yang menjual ikan lesu. Alhasil, permintaan komoditas perikanan pun turun.
Padahal, dalam waktu dekat petambak udang akan masuk panen raya dengan estimasi hasil panen sebanyak 110.000 ton udang. Petambak budidaya ikan laut dan tawar juga akan masuk musim panen dengan perkiraan hasil 140.000 ton ikan tiga bulan ke depan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan untuk menyerap hasil panenn para petambak diperlukan stimulus dari pemerintah agar mereka tak merugi. Selain itu, seluruh infrastruktur tempat penyimpanan ikan harus dibenahi agar dapat menampung hasil panen dalam waktu yang cukup lama.
"Tapi yang paling penting bukan dana atau angka, yang penting kesiapan KKP itu sendiri dalam rangka infrastrukturnya. Sekarang kami data cold storage yang selama ini beroperasi tapi tidak berfungsi, karena jumlahnya berkurang itu bisa digunakan," kata diadalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (1/4).