Salah Pengetikan di Omnibus Law, Mahfud MD: Kekeliruan Itu Biasa

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan keterangan pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
18/2/2020, 15.44 WIB

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD meminta salah pengetikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja tak dipersoalkan lebih lanjut. Sebab, ia menilai salah pengetikan merupakan suatu hal yang biasa saja. 

"Kan itu tidak apa-apa, sudah biasa kekeliruan itu (salah pengetikan dalam Omnibus Law Cipta Kerja)," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2).

Ia menjelaskan, salah pengetikan dalam rancangan Omnibus Law Cipta Kerja masih bisa diperbaiki lantaran rancangan tersebut akan melalui proses pembahasan di DPR. Masyarakat pun bisa ikut memantau proses tersebut, termasuk memberikan masukan.

"Namanya RUU demokratis itu masih bisa diperbaiki selama masa pembahasan dan sekarang sudah dimulai proses penilaian masyarakat," ujarnya.

(Baca: Belum Final, Menaker Minta Buruh Tak Khawatirkan Omnibus Law)

Salah pengetikan dalam rancangan Omnibus Law Cipta Kerja terjadi di Pasal 170 Bab XIII Ketentuan Lain-lain. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pemerintah pusat bisa mengubah Omnibus Law Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Menurut Mahfud, Omnibus Law Cipta Kerja sebagai Undang-undang (UU) tak bisa diubah menggunakan PP. Sebab, berdasarkan teorinya, tingkatan PP berada di bawah UU. 

UU hanya bisa diubah melalui aturan setingkat atau di atasnya. "Artinya keliru. Kan tadi sudah disepakati kalau kembali ke dasar teori ilmu perundang-undangannya," kata Mahfud.

(Baca: Beda Omnibus Law dan UU Tenaga Kerja)

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan hal senada. Menurut dia, tidak mungkin Omnibus Law Cipta Kerja diubah dengan PP. Yang dimaksud pemerintah pada Pasal 170 tersebut yaitu Peraturan Daerah (Perda) bisa diubah menggunakan PP.

Sebab, tingkatan Perda dalam peraturan perundang-undangan berada di bawah UU, Peraturan Presiden, dan PP. “Sudah saya jelaskan Perda dicabut dengan PP maksudnya,” kata Yasonna.