Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK telah selesai mengaudit kinerja Lembaga Penyiaran Publik TVRI tahun 2017 - 2019. Mereka akan menyerahkan hasil laporan audit kinerja tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR pada Senin (17/2).
Komisi I DPR akhir Januari lalu telah meminta BPK mengaudit kinerja TVRI seiring konflik internal yang berujung dipecatnya Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI. Hasil audit rencananya akan diserahkan langsung oleh Ketua BPK agung Firman Saputra kepada dewan.
"Laporan pemeriksaan kinerja ini untuk menilai efektivitas (kinerja TVRI)," kata Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif dalam sebuah diskusi di Kantor BPK, Jakarta, Jumat (14/2).
(Baca: Seleksi Calon Dirut TVRI, Ada Nama Gusti Randa hingga Suryopratomo)
Bahtiar tak berkomentar banyak ketika ditanya awak media apakah hasil audit ada hubungannya dengan pemecatan Helmy Yahya. Dia meminta semua pihak menunggu hingga hasil audit diserahkan kepada dewan.
Helmy lengser usai berseteru dengan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI lantaran berbagai hal. Salah satunya pembelian hak siar Liga Primer Inggris yang berpotensi menimbulkan potensi gagar bayar. Bahkan, Dewas beranggapan bahwa kondisi tersebut mirip dengan masalah keuangan yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya.
Namun Helmy menampik anggapan TVRI berpotensi gagal bayar seperti PT Asuransi Jiwasraya. Menurutnya, perbandingan tersebut sangat berbeda. "Jiwasraya itu gagal bayar, kami tunda bayar," ujar Helmy beberapa waktu lalu.
(Baca: Dipecat dari Dirut TVRI, Helmy Yahya Tuntut Dewan Pengawas ke PTUN)
TVRI mendapatkan hak siar Liga Primer Inggris dengan harga US$ 2 juta atau Rp 28 miliar. Padahal, harga hak siar Liga Premier Inggris sebesar US$ 3 juta. Adapun, biaya sebesar US$ 1 juta ditanggung oleh pihak sponsor.
Dengan harga tersebut, TVRI mendapatkan 76 pertandingan serta preview, highlight, dan sajian selama 1 jam setelah pertandingan. Helmy menilai, TVRI memerlukan killer content guna menarik minat penonton untuk menonton program TVRI lainnya.