Buntut Pemecatan Helmy Yahya, Kominfo Diminta Bantu Atasi Kisruh TVRI

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Direktur Utama LPP TVRI nonaktif Helmy Yahya (kanan) didampingi kuasa hukum Chandra Hamzah (tengah) menyampaikan pembelaan terkait pemberhentian dirinya oleh Dewan Pengawas LPP TVRI saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Editor: Yuliawati
17/1/2020, 21.40 WIB

Keputusan Dewan Pengawas TVRI yang memberhentikan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama stasiun televisi milik negara tersebut mendapat pertentangan dari para karyawan.  Para karyawan TVRI menyampaikan mosi tidak percaya kepada Dewan Pengawas yang dianggap bertindak semena-mena dan subjektif dalam mengambil keputusan.

"Kami mohon kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelamatkan TVRI," kata salah satu pegawai TVRI Pusat, Agil Samal, di Jakarta, Jumat (17/1). 

(Baca: Dewan Direksi Bela Helmy Yahya, Sebut Pemecatan Janggal)

Agil menyebut dukungan terhadap Helmy mencapai sekitar 4.000 dari total 4.300 karyawan TVRI. Mereka menilai Dewas tak melihat keberhasilan direksi dalam meningkatkan performa TVRI sebagai stasiun yang layak ditonton. "Kami sedang berlari, Dewas berniat mengkerdilkan TVRI," kata Agil saat ditemui di Jakarta, Jumat (17/1).

Agil menilai, sejak dipimpin oleh Helmy Yahya,  TVRI mampu berlari memperbaiki acaranya. Helmy juga dianggap memperbaiki tunjangan karyawan sejak 2017.

Dewas memecat Helmy sejak 16 Januari dengan sederet alasan, yaitu tak adanya penjelasan soal pembelian siaran berbayar liga Inggris, pelaksanaan rebranding tak sesuai rencana anggaran, mutasi pejabat struktural yang tak sesuai prosedur, dan penunjukan program “Kuis Siapa Berani” yang dinilai melanggar beberapa asas.

(Baca: Dinonaktifkan dari Dirut TVRI, Helmy Yahya Melawan)

Direktur Keuangan TVRI Isnan Rahmanto merespons satu per satu alasan Dewan Pengawas tersebut. Pertama, soal pembelian liga Inggris sebagai killer content. Isnan menjelaskan pihaknya memang tak memiliki anggaran untuk membeli konten tersebut. Konten Liga Inggris dibeli dengan dana yang berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

 "Anggaran pemerintah itu memang disusun satu tahun sebelumnya. Sedangkan program ini muncul pada pertengahan tahun lalu. (Maka itu) Direksi memutuskan ini dibiayai PNBP," kata Isnan saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/1).

Menurut dia, jika keputusan ini jadi alasan pemberhentian Helmy, seharusnya seluruh dewan direksi turut diberhentikan. 

(Baca: Helmy Yahya Dipecat, Kisruh dengan Dewas TVRI karena Liga Primer)

Kedua, soal ketidaksesuaian pelaksanaan rebranding perusahaan dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara atau Lembaga (RKA-KL). Isnan membantah penilaian tersebut. Ia menjelaskan rebranding dilakukan sesuai dengan alokasi dana perusahaan.

Ketiga, terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menyebutkan adanya program yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta mutasi pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma, standar, prosedur dan Kriteria dan Manajamen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Isnan, TVRI mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Hingga saat ini, pun pihaknya tidak mendapatkan teguran. "Dalam instansi apa pun pasti ada temuan. Kami sudah diaudit oleh BPK dan mendapatkan Opini WTP," ujarnya.

Terkait kepegawaian, ia menambahkan, TVRI memiliki 4.400 karyawan. Dari jumlah tersebut porsi generasi milenial sangat sedikit. Jadi, setiap tahun ada pensiun penjabat struktural dan harus diisi, dan butuh penyegaran.