Luhut Bakal Gandeng KPK untuk Kawal Larangan Ekspor Barang Mentah

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Ilustrasi barang tambang mentah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan menggandeng KPK untuk mengawal penegakkan aturan larangan ekspor barang mentah.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
24/10/2019, 21.10 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan akan mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawal keputusan larangan ekspor barang mentah. Harapannya, keputusan larangan ekspor barang mentah dapat dilakukan secara konsisten oleh para pelaku usaha.

"Saya sudah telepon KPK, (Wakil Ketua KPK) Ibu Basaria (Pandjaitan), untuk menyikapi ini," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/10).

Menurut Luhut, konsistensi Indonesia melarang ekspor barang mentah penting. Sebab, hal ini akan dilihat oleh para investor di luar negeri. Jika tak konsisten, investor akan meragukan kepastian hukum di Indonesia yang menjadi salah satu indikator mereka menanamkan modalnya. "Nanti investor cerita bagaimana pemerintah ini," kata Luhut.

Selain itu, Luhut juga akan menggandeng KPK untuk memantau sepuluh perusahaan dengan investasi besar yang bermasalah. Beberapa perusahaan tersebut, antara lain PT Freeport Indonesia, Lotte Group, dan PT Pertamina.

(Baca: Luhut Akan Percepat Larangan Ekspor Timah, Alumina, Hingga Bauksit)

Adapun, Luhut menggandeng KPK agar mampu mencegah tindak pidana korupsi dari celah keputusan larangan ekspor barang mentah. Jika masih ada yang berupaya melanggar ketentuan tersebut, Luhut menilai KPK dapat langsung menangkapnya. "Jangan hanya bicara penindakan, tapi juga bicara pencegahan. Kalau dicegah enggak mau, ya ditangkap," kata Luhut.

Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah menyampaikan perintah untuk melarang ekspor barang mentah dari Indonesia ke luar negeri. Hal itu salah satunya diimplementasikan melalui wacana pelarangan ekspor sejumlah mineral, seperti bijih nikel, timah, alumina, dan bauksit.

Luhut mengatakan, wacana pelarangan ekspor sejumlah mineral tersebut lantaran bisa diolah di dalam negeri. Hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan industri nasional sekaligus menekan biaya produksi. Untuk bijih nikel saja, potensi hilirisasinya dapat mencapai US$ 34 miliar. "Saat ini hampir US$ 10 miliar," ujar dia.

Selain itu, hilirisasi produk mineral dinilai dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja. Salah satunya, jumlah pekerja di Morowali meningkat lantaran adanya pabrik kerangka kendaraan listrik. Hingga 2024, jumlah pekerja di pabrik Morowali akan mencapai 95 ribu orang.

(Baca: Harga Ekspor Nikel Naik di Tengah Penurunan Komoditas Tambang Lain)

Reporter: Dimas Jarot Bayu