Luhut Akan Percepat Larangan Ekspor Timah, Alumina, Hingga Bauksit
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan akan mempercepat larangan ekspor sejumlah mineral, seperti timah, alumina, dan bauksit. Luhut juga mempertimbangkan untuk melarangan ekspor aspal.
Pelarangan ekspor mineral tersebut menyusul kebijakan pemerintah yang sebelumnya melarang ekspor nikel. "Kami sudah ada investor-investor yang masuk untuk hilirisasi di timah, aspal, alumina, dan bauksit. Jadi kenapa tidak (larang ekspor)?" kata Luhut usai menghadiri acara Katadata "Peluncuran Buku Indonesia Menuju 5 Besar Ekonomi Dunia" di Theater XXI, Jakarta, Kamis (12/9).
Meski begitu, Luhut enggan menjelaskan asal investor yang ingin menjajaki tersebut. Ia hanya memastikan, investor tersebut tidak hanya berasal dari Tiongkok.
(Baca: Menko Luhut Sebut Ekspor Nikel Dilarang untuk Pasok Baterai Lithium)
Mineral tersebut semestinya dapat diolah dalam negeri. Selain mendorong industri nasional, pengolahan mineral dapat menekan biaya produksi.
Salah satu contoh mineral yang kerap diekspor secara mentah ialah bijih nikel (ore). Luhut mengatakan, ekspor ore ke Tiongkok dapat mencapai 98%. Padahal, Indonesia hanya memiliki 3,1 miliar ton atau 2,9% cadangan nikel dunia.
Luhut memperhitungkan, potensi hilirisasi bijih nikel dapat mencapai US$ 34 miliar. "Saat ini hampir US$ 10 miliar," ujar dia.
Hilirisasi bijih nikel tersebut dapat digunakan untuk memasok baterai dan kerangka kendaraan listrik. Selain itu, bijih nikel juga dapat diproses menjadi stainless steel slab yang memiliki peningkatan nilai ekspor hingga 10,2 kali lipat dibandingkan bijih nikel.
(Baca: Rugi Puluhan Triliun, Pengusaha Protes Larangan Ekspor Nikel)
Di sisi lain, hilirisasi produk mineral dinilai dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja. Salah satunya, jumlah pekerja di Morowali meningkat lantaran adanya pabrik kerangka kendaraan listrik. Hingga 2024, jumlah pekerja di pabrik Morowali akan mencapai 95 ribu orang.
Adapun, Luhut tengah menarik investor yang ingin melakukan hilirisasi mineral tersebut. Untuk bauksit, ia memperkirakan nilai investasinya mencapai miliaran dolar.
Penjajakan investasi juga dilakukan untuk konsentrat tembaga. Ini dilakukan setelah berkaca dari kinerja PT Freeport Indonesia yang tidak memiliki nilai tambah meski sudah puluhan tahun beroperasi.
"Kita harus bisa menikmati nilai tambah yang ada dari kekayaan yang luar biasa ini," ujar dia.
(Baca: Dilarang Ekspor, Pelaku Usaha Keluhkan Permainan Kadar Nikel Domestik)