Peneliti Senior Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Patrick Irawan menekankan pentingnya penguatan basis data (database) nasabah oleh penyedia jasa keuangan, termasuk pengusaha financial technology (fintech). Tujuannya, agar pencucian uang dan pendanaan terorisme mudah terlacak.

"Sejak berdirinya undang-undang anti-pencucian uang tahun 2002 dan undang-undang anti-pendanaan teroris tahun 2013, modus dan pola yang dilakukan sindikat terus mengalami evolusi. Jadi database nasabah sangat penting," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/10).

Menurut dia, penyedia jasa keuangan harus memiliki nama-nama komplotan teroris dan sindikat kejahatan lain untuk penedeteksian dini dana mencurigakan. Adapun selama ini, ia menyebut PPATK bersama regulator dan instansi terkait telah memberi petunjuk kepada pelaku industri keuangan soal ini.

(Baca: Regulator dan Asosiasi di ASEAN Antisipasi Lima Risiko Terkait Fintech)

Namun, ia mengatakan, masih ada yang perlu ditingkatkan guna menghindari deteksi yang salah. Ia pun mencontohkan daftar nama teroris harus benar. Kemudian, ia menyinggung soal pentingnya integrasi data antar-instansi, serta identitas tunggal penduduk.

Ia mengatakan modus yang paling sering digunakan sindikat-sindikat kejahatan adalah duplikasi identitas atau pemalsuan identitas untuk melakukan transaksi keuangan. Biasanya, gerombolan sindakat kejahatan membeli identitas orang lain untuk membuka rekening.

Halaman: