Salah satu bioskop XXI lawas yang terletak di komplek Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat bakal berhenti beroperasi, besok (19/8). Menurut pihak pengelola, tutupnya bioskop tersebut dikarenakan masa kontrak yang telah habis.
“Bukan permanen tidak aktif, itu kontraknya sudah selesai,” kata Kepala Unit Pengelola TIM Imam Hadi Purnomo saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (19/8).
Setelah tutup, menurutnya gedung bioskop akan diratakan dan dibangun proyek perluasan Gedung Teater Graha Bakti Budaya. Rencananya, gedung tersebut akan diperluas menjadi 2.000 tempat duduk.
Meski demikian, Imam menyatakan, perpanjangan kontrak masih mungkin dilakukan, meski lokasi gedung bioskop nantinya akan sedikit bergeser dari lokasi semula.
(Baca: Indiskop, Bioskop Murah untuk Rakyat)
Karenanya, dia meminta masyarakat bersabar karena TIM sedang dalam proses revitalisasi. Adapun proses ini diharapkan dapat selesai pada 2021.
Berita penutupan bioskop di TIM juga menuai berbagai respons dari sejumlah pengunjung. Putri, salah seorang pengunjung bioskop menyayangkan jika XXI TIM benar-benar akan ditutup.
Dia pun mengaku cukup terkejut lantaran tak mengetahui informasi ini sebelumnya.“Sayang banget padahal suasananya sudah asyik dan tempatnya juga strategis. Gak ada anak-anak alay dan nonton gak berisik,” katanya.
(Baca: Target 4.000 Layar, Bioskop Menyebar ke Selain Kota Besar)
Kekecewaan juga dirasakan oleh Rizki, pengunjung setia sekaligus mantan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Menurutnya, bioskop tersebut berperan penting untuk perfilman terutama bagi mahasiswa IKJ yang ingin pergi ke bioskop.
“Suasananya juga enak, dalam arti kita gak perlu masuk mal,” ujarnya.
Adapun alasan penutupan karena perluasan Gedung Graha Bakti Budaya, dinilai tidak masuk akal karena gedung tersebut relatif sepi sejak 2012.
“Sedih sih enggak cuma kecewa, kenapa harus dihancurin. Kalau mau nonton teater ada Teater Kecil jadi tak perlu menghancurkan bioskop,” tutur dia.
Target Ekspansi Layar
Bisnis bioskop sebelumnya diprediksi akan terus bertumbuh tahun ini. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sebelumnya memproyeksikan jumlah layar bioskop bisa mencapai 4.000 pada tahun ini.
Tak hanya di kota besar, ekspansi pebisnis sinema juga diperkiarakan akan diperluas hingga ke daerah. "Banyak upaya menghadirkan bioskop di daerah yang belum ada layar. Pemerintah daerah kami ajak agar lebih terlibat dalam investasi baru yang masuk (ke daerahnya)," kata Wakil Kepala Bekraf Ricky J. Pesik kepada katadata.co.id.
Menurutnya, bisnis bioskop di Tanah Air berpeluang terus tumbuh mengingat perbandingan jumlah layar dengan penduduk belum ideal. Per akhir 2018, jumlah layar bioskop baru mencapai 1.681 unit dengan jumlah penduduk sedikitnya 250 juta jiwa.
Dibandingkan dengan negara lain, seperti Tiongkok dengan penduduk 1,5 miliar jiwa, terdapat sekitar 15.000 layar sinema. Sementara itu, Korea Selatan diisi sekitar 60 juta jiwa memiliki sedikitnya 3.000 layar bioskop.
Tak hanya jumlah sinema, populasi film nasional juga diharapkan meningkat diimbangi dengan kualitas yang juga lebih baik. "Jadi, pertumbuhan industri film nasional itu potensial seiring dengan akan terus bertambah layar bioskop," ujarnya Ricky.