Harga emas terus menguat hingga level US$ 1.400 atau sekitar Rp 19,82 juta per ounce (28,35 gram) sejak penutupan perdagangan Jumat (21/6). Harga emas telah berada di level tertinggi sejak 2013 lalu.
DilansirBloomberg pada Senin (24/6), harga emas berjangka COMEX New York Mercantile Exchange untuk kontrak Agustus 2019 pada pukul 12.45 WIB sebesar US$ 1.407,6 per ounce, naik tipis dari harga emas pada pembukaan perdagangan sebesar US$ 1.403,9 per ounce.
Tingginya harga emas didorong oleh kebijakan moneter yang lebih longgar dari Federal Reseve (FED) dan bank-bank sentral lainnya. Kebijakan moneter yang longgar membuat suku bunga tetap rendah sehingga mampu menjadi pendorong permintaan emas.
(Baca: Harga Emas Melonjak ke Level Tertinggi dalam Lima Tahun Terakhir)
Selain itu, kebijakan geopolitik terkait kebijakan Amerika Serikat (AS) terhadap sanksi Iran dan rencana pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berhasil menjadi katalis positif bagi komotidas pertambangan, termasuk emas. Dengan faktor tersebut, Citigroup Inc pada Kamis (20/6) lalu memproyeksi harga emas akan berada di level US$ 1.500 hingga US$ 1.600 dalam 12 bulan ke depan.
Senior Market Analyst Oanda Corp, Edward Moya mengatakan harga emas akan tetap tinggi dengan ekspektasi The FED akan menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan Juli. "Harga emas kembali tinggi dan terkendali," ujar Edward seperti dikutip dari Bloomberg pada Senin (24/6).
Selain harga emas berjangka COMEX, harga emas SPOT juga naik sebesar 0,8% menjadi SU$ 1.411,23 per ounce pada pukul 10"10 waktu Singapura. Harga meningkat 4,3% dari perdagangan akhir pekan lalu dan menjadi kenaikan terbesar sejak April 2016.