Ahli Jokowi-Ma’ruf Nilai Tak Tepat Selesaikan Pelanggaran TSM di MK

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Heru Widodo, Dosen Ilmu Hukum UIA (kanan) menjadi ahli Tim Kuasa Hukum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (21/6). Tim Kuasa Hukum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin menghadirkan dua orang saksi dan dua ahli.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Sorta Tobing
21/6/2019, 19.23 WIB

Ahli dari Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Heru Widodo, menilai, tidak tepat menyelesaikan masalah pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Heru mengatakan, persoalan itu seharusnya diselesaikan melalui Bawaslu.

Menurut Heru, kewenangan yang dimiliki MK adalah menyelesaikan Perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU). “Pelanggaran TSM diproses pengaduannya dan diputuskan oleh Bawaslu,” kata Heru di gedung MK, Jakarta, Jumat (21/6).

Hal serupa juga terjadi pada persoalan syarat pencalonan. Heru, mengatakan, tidak tepat menyelesaikannya lewat MK. Seharusnya masalah itu idiajukan ke  Bawaslu dan disengketakan melalui PTUN. “Kategori pelanggaran terukur maupun pelanggaran TSM, ditegaskan penegakan hukumnya pada tahapan proses,” kata Heru.

Seluruh proses itu terjadi, menurut dia, lantaran adanya pembaharuan regulasi dalam Undang-Undang (UU) Pilkada dan UU Pemilu. Pembaharuan aturan penyelesaian perkara Pemilu merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang untuk membangun struktur, substansi, serta etika dan budaya politik yang makin dewasa.

“Dengan pembatasan wewenang mengadili lembaga penegak hukum yang ditunjuk dan pembatasan hak kepada peserta untuk menggugat sesuai tahapan pemilihan,” kata Heru.

(Baca: Ahli Usul SBY Jadi Saksi Tim Prabowo soal Ketidaknetralan Aparat)

Sejak adanya pembaharuan UU Pilkada dan UU Pemilu, Heru menilai belum pernah ada putusan MK yang mendiskualifikasi pasangan calon. Hal ini sebagaimana dilihat pada putusan Pilkada Maluku Utara 2018, Pilkada Kabupaten Kuantan Singingi 2015, Pilkada Kabupaten Jayapura 2017, dan Pilkada Kabupaten Kepulauan Yapen 2017.

Karena itu, pengalaman tersebut bisa dijadikan rujukan bagi MK dalam memutus persidangan kali ini. “Meskipun hukum kita tidak menjalankan stare decicis atau precedent,” kata Heru.

(Baca: Ketika Saksi Tim Jokowi Pancing Gelak Tawa di Ruang Sidang MK)

Reporter: Dimas Jarot Bayu