Debat Tim Jokowi vs Prabowo soal Kewenangan MK dalam Sengketa Pilpres

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (ketiga kanan) bersama hakim konstitusi lainnya memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Penulis: Yuliawati
18/6/2019, 15.43 WIB

Yusril juga menyebutkan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, tuduhan adanya pelanggaran-pelanggaran yang terstruktur, massif dan sistematis tersebut telah diatur dalam Pasal 286 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam aturan tersebut penyelesain perkara Pemilu melalui Bawaslu. Lembaga tersebut dapat memberikan rekomendasi pembatalan calon kepada KPU.

Argumen “Mahkamah Kalkulator” dari Tim Prabowo-Sandi

Salah satu anggota kuasa hukum Prabowo - Sandiaga, Teuku Abdullah menyebut pandangan tim hukum kubunya sesuai dengan pendapat beberapa ahli. Teuku mengatakan meskipun UU Nomor 7 tahun 2017 membagi forum penyelesaian dugaan kecurangan secara bertahap, namun timnya menganggap pendekatan tersebut tidak tepat dan mengecilkan peran MK sebagai pengawal kontutusi.

Beberapa penguat argumen ini adalah putusan MK, di antaranya Nomor 45/PHPU-D-VIII/2010, saat MK memutuskan perkara Pemilikada Kotwaringin Barat tahun 2010.  Mereka pun mengutip beberapa ahli dalam konteks Pemilukada, yang menolak jika MK hanya melakukan kerja teknis kalkulasi suara, atau hanya menjadi Mahkamah Kalkulator.

“Pemilu harus dipahami sebagai suatu proses yang bukan hanya ditentukan pada hari H pemungutan suara, tetapi bagaimana seluruh proses dijalankan secara fair,” bunyi berkas gugatan Prabowo.

(Baca juga: KPU dan Tim Jokowi-Ma'ruf Minta MK Tolak Revisi Permohonan Prabowo)

Lebih lanjut, tim hukum Prabowo menganggap pasangan capres yang dipilih pada hari pemungutan suara adalah akibat dari rangkaian proses pemilu yang terjadi sebelumnya. Jadi bila proses sebelumnya curang, maka pemungutan suara yang dihasilkan tidak dapat diterima apalagi disahkan.

Sehingga kubu prabowo menganggap MK berwenang memeriksa kecurangan atau pelanggaran Pemilu dalam setiap tahapan, tidak hanya terbatas pada hasil perhitungan suara saja. MK pun dianggap berwenang membatalkan kemenangan suatu pasangan calon yang terbukti curang, meskipun penghitungan suaranya jelas memenangkan pasangan tersebut.

Hakim Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sengketa Pilpres yang diajukan Prabowo ini pada 28 Juni 2019. MK masih memiliki waktu untuk memutuskan perkara ini termasuk mempertegas ranah kewenangannya dalam menangani sengketa Pilpres.

(Baca: KPU Lampirkan 6 Ribu Bukti untuk Tangkis Gugatan Pilpres Prabowo-Sandi)

Halaman:
Reporter: Fahmi Ramadhan, Dimas Jarot Bayu