Yusril: Permintaan Perlindungan Saksi Adalah Upaya Pembingkaian Teror

ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARSO
Ketua tim kuasa hukum pasangan capres dan cawapres 01, Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani (kanan) memberikan keterangan pers terkait perkembangan Sidang PHPU Pilpres 2019 di Rumah Pemenangan Cemara, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
17/6/2019, 19.54 WIB

Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) menuding kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandiaga) tengah membangun pembingkaian (framing) politik teror ketika meminta perlindungan saksi.

Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menyebut, kubu Prabowo-Sandiaga membangun narasi seolah-olah ada teror dan intimidasi kepada para saksi kubu pasangan calon (paslon) nomor urut 02 yang akan memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal inilah yang ia maksud sebagai pembingkaian.

"Sehingga pada saatnya nanti para saksi tidak akan mau menghadiri dan memberikan kesaksian di persidangan MK karena alasan takut diteror," kata Yusril di Posko Cemara, Jakarta, Senin (17/6).

Yusril menuding pembingkaian itu dilakukan untuk membangun persepsi buruk masyarakat atas kubu Jokowi-Ma'ruf. Sebab, teror dan intimidasi kepada para saksi seolah dilakukan dari pihak pasangan calon petahana.

Selain itu, pembingkaian itu dilakukan untuk membentuk persepsi bahwa pemerintah tidak hadir memberi perlindungan keamanan dan rasa nyaman. Padahal, menurut Yusril hal tersebut tidak benar.

Yusril menjelaskan, tidak ada upaya dari pihak Jokowi-Ma'ruf untuk meneror dan menghalangi saksi dari kubu Prabowo-Sandiaga memberi keterangan di persidangan MK.

"Kami juga berkeyakinan bahwa pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum, Kepolisian terutama, itu tidak ada hal seperti itu," kata Yusril.

Yusril curiga pembingkaian politik teror sebenarnya dilakukan kubu Prabowo-Sandiaga karena tak mampu menghadirkan saksi-saksi fakta. Tuduhan adanya teror dan intimidasi dijadikan instrumen menutupi kegagalan menghadirkan saksi-saksi tersebut.

Atas dasar itu, Yusril menolak adanya upaya pembingkaian politik teror dari kubu Prabowo-Sandiaga. Ia pun meminta agar masyarakat tidak terpengaruh atas pembingkaian politik teror yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Sandiaga.

(Baca: Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga Minta Jaminan Perlindungan Saksi)

Lebih lanjut, Yusril meminta kubu pasangan Prabowo-Sandiaga berlaku adil selama persidangan, sebab semua pihak yang berperkara dalam persidangan ia nilai telah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengemukakan apa saja oleh MK.

"Bahkan kami mempersilakan kalau ada para saksi yang akan diajukan itu merasa dihalang-halangi, diitakut-takuti, diteror, ya meminta perlindungan sama polisi. Kami yakin polisi akan memberikan perlindungan," kata Yusril.

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga berharap ada perlindungan bagi saksi-saksi mereka yang akan dihadirkan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK.

Alasannya, ada banyak saksi yang ingin memberikan keterangan di persidangan, namun khawatir keselamatannya terancam.

"Sejauh ini sudah ada kurang lebih 30 saksi yang tersedia, tapi pertanyaannya dari mereka adalah apa jaminan keselamatan saat datang ke Jakarta, ketika dalam proses persidangan, dan pulang ke daerah masing-masing," kata anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Iwan Satriawan ketika berkonsultasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di kantornya, Jakarta, Sabtu (15/6).

Jaminan perlindungan terhadap saksi tersebut, menurut Iwan, sepatutnya diberikan sebagai akses keadilan kepada masyarakat. Terlebih, saat ini pihaknya tengah berhadapan dengan pasangan calon petahana, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. "Kalau saksi itu tidak ada perlindungan, saya kira tidak ada orang yang akan mau memberikan testimoni," kata Iwan.

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menambahkan, ada beberapa cara untuk bisa memberikan perlindungan terhadap saksi yang bisa dilakukan melalui LPSK. Salah satunya dengan melakukan proses pemeriksaan lewat telekonferensi.

Bisa pula saksi dilindungi dengan menutup sebagian informasi yang akan diberikannya. "Bahkan ada pengalaman pemeriksaan dengan menggunakan tirai," kata Bambang.

Persoalannya, LPSK tak bisa memberikan perlindungan kepada para saksi tersebut. Sebab, mereka terbentur dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa saksi yang bisa dilindungi hanya dalam kasus pidana. Atas dasar itu, Bambang mengatakan pihaknya bakal menyurati MK untuk memerintahkan LPSK melindungi saksi-saksi mereka.

Bambang menilai perintah MK tersebut akan menjadi terobosan dalam mewujudkan Pemilu yang adil dan jujur. "Mudah-mudahan surat ini bisa mendapat respons. Betul-betul para saksi dan ahli itu dibebaskan dari rasa ketakutan," kata Bambang.

(Baca: Tim Hukum Jokowi Nilai Gugatan Prabowo-Sandi Menyimpang dari Aturan)

Reporter: Dimas Jarot Bayu