Gabungan Pengusaha Minta Rencana DMO Kelapa Sawit Dikaji Mendalam

ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Ilustrasi perkebunan sawit. Gapki meminta pemerintah kaji mendalam wacana penerapan DMO sawit.
Editor: Yuliawati
15/6/2019, 05.00 WIB

Wacana pemberlakuan kewajiban memasok minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/ CPO) ke dalam negeri (Domestik Market Obligation/ DMO) menuai respons. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mendukung penggunaan minyak sawit mentah untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun penerapan kewajiban memasok ke dalam negeri (DMO) dia menilai tak boleh gegabah, perlu kajian yang mendalam. "Rencana kewajiban DMO tentunya perlu dikaji mendalam, karena menyangkut suplai dan demand CPO," kata Mukti  kepada Katadata.co.id, Jumat (14/6).

Menurutnya kajian mendalam tersebut meliputi, menentukan siapa yang akan dikenakan DMO minyak sawit ini. Kemudian penentuan harga yang dipatok dalam DMO.

Selain itu, Mukti menyebutkan biaya transportasi untuk CPO DMO perlu dipertimbangkan, karena pabrik Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagian besar berada di Pulau Jawa.

"Karena pabrik biofuel sebagian ada di Pulau Jawa, sementara pabrik CPO umumnya diluar Jawa," kata dia. (Baca: Jonan Ancam Terapkan DMO Sawit Bila Suplai Bahan Baku B30 Tak Lancar)

Wacana penerapan DMO CPO dilontarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Dia menagih komitmen para produsen untuk memasok bahan baku minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) untuk campuran biodiesel 30% ke bahan bakar solar (B30). Bila pasokan tak terpenuhi, Jonan mengancam akan mengajukan DMO kepada Presiden Joko Widodo.

"Sekali diterapkan harus bisa komitmen suplai FAME, kalau tidak saya akan meminta ke presiden untuk menerapkan DMO," ujarnya, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6).

(Baca: Realisasi Biodiesel B100 Perlu Koordinasi Antar Lembaga)

Jonan menjelaskan saat ini pemerintah tengah meningkatkan pembangunan infrastruktur jalan tol, sehingga diperkirakan kebutuhan bahan bakar kendaraan akan meningkat. Kebutuhan bahan bakar kendaraan menyebabkan makin tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas semakin melebarnya defisit neraca perdagangan.

Program B30 diharapkan dapat menurunkan impor BBM dan meningkatkan cadangan devisa negara. Jonan juga memberikan masukan kepada Badan Usaha (BU) BBM agar melakukan proses percampuran FAME dan BBM dengan baik dan konsisten, sehingga tidak terjadi kerusakan pada mesin kendaraan.