Bappenas: Ada Empat Zonasi di Kawasan Ibu Kota yang Baru

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Bambang Brodjonegoro, Menneg PPN-Kepala Bappenas memberikan paparan dalam diskusi mengenai membangun ibukota baru di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta Pusat (13/5).
16/5/2019, 12.42 WIB

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan ada empat zonasi nantinya di ibu kota yang baru. Keempat zonasi itu, yaitu kawasan inti pusat pemerintahan, kawasan Ibu Kota Negara (IKN), kawasan perluasan IKN 1, dan kawasan perluasan IKN 2.

Dengan zonasi itu, ia memastikan, ibu kota baru hanya akan menjadi pusat pemerintahan. “Jadi, dipisah dengan pusat ekonomi dan lainnya,” kata Bambang dalam acara Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara di kantornya, Jakarta, Kamis (16/5).

Kawasan inti pusat pemerintahan rencananya akan mencapai luas dua ribu hektare. Di dalamnya terdiri dari istana negara, kantor lembaga negara, taman budaya, dan kebun botani.

Lalu, kawasan IKN dibangun di area seluas 40 ribu hektare. Kawasan ini terdiri dari perumahan Aparatur Sipil Negara (ASN), fasilitas pendidikan dan kesehatan, universitas, taman science dan techno, hi-tech and clean industries, R&D center, gedung konvensi, pusat olahraga, dan museum. “Peran museum di wilayah ibu kota sangat penting agar kita bisa mempelajar peradaban,” ujarnya.

(Baca: Pakai Skema Cepat, Pusat Pemerintahan Pindah Mulai 2024)

Kemudian, kawasan IKN 1 luasnya 200 ribu hektare, terdiri dari taman nasional, koservasi orang utan dan kebun binatang, pemukiman non-ASN, bandara, serta pelabuhan. Terakhir, kawasan perluasan IKN 2 akan berdiri di lahan seluas lebih dari 200 ribu hektare. Di dalamnya terdapat wilayah metropolitan dan pengembangan dengan provinsi sekitarnya.

Pemerintah merencanakan wilayah pemerintahan baru nantinya tidak akan sebesar kota metropolitan. “Yang penting fungsional,” kata Bambang. Ia merujuk seperti ibu kota Amerika Serikat, yaitu Washington DC, yang memiliki wilayah kegiatan komersial yang mendukung pusat pemerintahan.

Ia memastikan rencana pemindahan ibu kota bukanlah hal tak lazim. Banyak negara telah melakukannya. Bahkan dalam 100 tahun lebih dari 30 negara terbukti sukses memindahkan ibu kota, seperti Brazil, Malaysia, Korea Selatan, Kazakhstan, dan Australia. Sejarah mencatat, setiap tiga sampai empat tahun terjadi pemindahan ibu kota. Akhir-akhir ini kejadian tersebut hampir terjadi setiap dua tahun sekali.

(Baca: Wacana Pemindahan Ibu Kota, Pencarian Properti Palangkaraya Melonjak

Terkait perencanaan pembangunan ibu kota baru ini, Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengingatkan, agar pemerintah sesegera mungkin menyiapkan payung hukum yang kuat.

Keberadaan payung hukum tersebut dimaksudkan agar ada kepastian bagi swasta untuk bergerak, jika nantinya dilibatkan ke proyek pembangunan ibu kota baru ini.

"Biasanya lahan sudah ada kepastian dengan pemda, tapi investor harus memastikan di daerah tidak ada hambatan yang sifatnya birokrasi, jadi perlu ada payung hukum," kata ujar David kepada Katadata, Selasa (14/5).

Masalah legalitas ini menurtnya kerap membuat pembangunan suatu daerah terhambat, karena pengembang swasta enggan melanjutkan karena takut bermasalah secara hukum.

Salah satu masalah yang biasa terjadi ialah administrasi yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Hal tersebut ia katakan dapat menjadi batu sandungan bagi pembangunan infrastruktur.

Pendapat David ini dimaksudkan untuk merespon pernyataan Menteri Bambang, yang mengungkapkan adanya pemberian ruang dan konsesi bagi BUMN dan swasta dalam pengembangan ibu kota baru.

Nah, dengan adanya zonasi yang sudah ditetapkan ini, wajar saja jika keberadaan payung hukum yang kuat diharapkan segera hadir. Pasalnya, tanpa payung hukum yang kuat pengembangan suatu daerah, termasuk zonasi di dalamnya bakal terhambat.

(Baca: Bappenas Nilai Pemindahan Ibu Kota Tak Ganggu Ekonomi Jakarta)

Reporter: Agatha Olivia Victoria, Rizky Alika