Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 rupanya menghadirkan berkah bagi Johan Budi Sapto Prabowo. Juru bicara Kepresidenan tersebut ternyata lolos ke Senayan menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dari data Situng KPU hingga pukul 19.30 WIB, penghitungan suara Pemilihan Legislatif di Daerah Pemilihan Jawa Timur VII mencapai 44%. PDIP memimpin jauh perolehan suara dengan raihan 204.982 suara, disusul Nasdem dengan 158.411 suara. Sedangkan Partai Demokrat yang digawangi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berada di urutan ketiga dengan 143.602 suara pemilih.
Meski demikian, Johan mengatakan, dari data Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Timur, dirinya telah diputuskan lolos ke DPR. Sedangkan raihan suara PDIP di Jatim VII mencapai 460 ribu suara. "Dari rapat pleno KPUD Jatim, masuk," katanya kepada Katadata, Senin (6/5).
(Baca: Caleg Muda Berebut Suara, Davin Kirana hingga Jessica Tanoesoedibjo)
Padahal, Dapil Jatim VII yang meliputi Pacitan, Trenggalek, Ponorogo, Ngawi, dan Magetan dikenal sebagai basis tradisional pemilih Demokrat. Pada Pileg 2014 lalu, Demokrat mengusai dapil ini dengan 362.990 suara, sedangkan PDIP menguntit di belakangnya dengan 339.228 suara. Pada Pemilu 2009, Demokrat juga menang telak di wilayah tersebut dengan 417.529 suara, sedangkan PDIP saat itu hanya meraih 259.807 suara.
Pacitan yang berada di dalam Dapil Jatim VII memang merupakan kampung halaman Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada Pileg 2019, daerah pemilihan ini juga dikenal dengan sebutan Dapil Neraka karena banyaknya tokoh yang berebut suara di wilayah ini.
Edhie Baskoro Yudhoyono dan Imelda Sari berjuang di Dapil ini. Nama lain yang berjuang ke Senayan lewat Jatim VII adalah putri pengusaha Hary Tanoesoedibjo, yakni Jessica Tanoesoedibjo. Ada juga dua caleg inkumben, yakni Ibnu Multazam dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Supriyanto dari Gerindra.
(Baca: Partai yang Gagal dan Berhasil Rebut Jatah Kursi di Senayan)
Bukan hanya nama tersebut, Johan juga menghadapi Budiman Sudjatmiko dari internal partai berlambang kepala banteng itu. Nama lain yang sedianya mengikuti kontestasi tersebut adalah adik Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, yakni Eril Arioristanto Dardak. Ia mencalonkan diri lewat Partai Amanat Nasional (PAN). Namun, Desember 2018 lalu Eril meninggal dunia di usia 21 tahun karena serangan jantung.
Johan Tidak Menyiapkan Strategi Khusus
Johan tidak menduga bisa lolos ke Senayan mengingat persaingan yang ketat di Dapil Jatim VII. Tidak ada strategi khusus dalam kampanyenya. Namun, ia selalu berusaha membawa program-program yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam setiap pertemuan dengan masyarakat.
"Saya hanya sampaikan apa yang jadi program pemerintah pusat dan Pak Jokowi," kata Johan. Ia juga menyebut beberapa program pemerintah, seperti dana desa, efektif untuk 'menjual' dirinya kepada masyarakat.
Pria kelahiran Mojokerto 29 Januari 1966 ini meraih gelar sarjana teknik dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada 1992. Ia memulai kiprahnya di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi di Lembaga Minyak dan Gas Bumi sepanjang 1994 hingga 1996.
Dari situ, Johan banting setir menjadi reporter majalah Forum Keadilan hingga menjadi editor pada 2000. Selepas itu, Johan lantas melanjutkan karier sebagai editor kolom politik di Majalah Tempo hingga akhirnya menjadi editor kolom investigasi pada 2005.
Karir Johan berlanjut sebagai juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2006 hingga 2014. Bukan hanya itu, Johan bahkan sempat menjadi Deputi Pencegahan di KPK pada 2014 hingga Februari 2015 dan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) selama sepuluh bulan, dari Februari hingga Desember 2015.
(Baca: Survei Charta Politika Catat Hanya 7 Partai Politik Lolos ke DPR)
Johan tak lolos seleksi pimpinan KPK di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2016. Namun, Presiden Jokowi langsung memberinya tugas baru sebagai juru bicara Kepresidenan hingga hari ini. Tugas tersebut menuntut Johan dapat menjelaskan berbagai isu kepresidenan kepada publik lewat media.
Meski demikian, dia mengaku kampanye bisa dilakukan di sela-sela kesibukannya mengawal pernyataan Jokowi. Caranya dengan terjun ke dapil menjelang akhir pekan dan kembali ke Jakarta ketika hari Senin untuk bekerja lagi. "Biasanya kalau kampanye (dihadiri) 30-50 orang masyarakat di desa terpencil, saya memperkenalkan diri dan menyampaikan bahwa saya nyaleg," kata dia.
Usai terpilih, Johan menyerahkan kepada PDIP terkait penugasannya di DPR. Komisi III yang salah satu mitra kerjanya adalah KPK menjadi posisi yang pas untuknya. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan dia menjadi legislator di komisi yang mengurus bidang lainnya. "Yang penting bekerja dan komitmen anti korupsi," ujarnya.
Cerita kurang manis dialami rekan separtai dan sedapil Johan, yakni Budiman Sudjatmiko. Budiman yang pertama kali mencalonkan di Dapil Jatim VII harus puas berada di posisi keempat. Padahal, dua periode sebelumnya dia selalu lolos dari dapil asalnya, yakni Jateng VIII yang meliputi Kabupaten Cilacap dan Banyumas.
"Pernah menang, pernah kalah, biasa saja. Nanti menang lagi, itu juga biasa," ujar Budiman melalui cuitannya di akun @Budimandjatmiko 29 April lalu. Budiman memang terlibat aktif di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin untuk mempersiapkan Pilpres 2019. Oleh karena itu, ia baru bisa fokus kampanye di daerah pemilihannya tiga pekan sebelum pemungutan suara.