Kembali Singgung 17,5 Juta DPT, Hashim Tuding Pilpres Tak Adil

ANTARA FOTO/SYAIFUL ARIF
Komisioner KPU Jombang, Abdul Wadud Burhan Abadi, menunjukan jumlah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) usai rapat pleno terbuka di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (20/3/2019).
22/4/2019, 20.27 WIB

Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandiaga), Hashim Djojohadikusumo menilai Pilpres 2019 tidak berlangsung secara adil, transparan, dan jujur. Pasalnya ada beberapa hal janggal yang dinilainya berlangsung masif serta terstruktur.

Adik Prabowo Subianto tersebut memberi contoh salah satunya penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak juga menyelesaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah sebanyak 17,5 juta. Hashim mengungkapkan, bahwa hal ini menimbulkan kecurigaan.

Ia mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN). Pada Pilpres 2019, tercatat ada 17.553.708 DPT yang dianggap oleh BPN tidak wajar karena tanggal lahir bertumpukan di tiga tanggal yakni 1 Juli sebanyak 9.817.003, 31 Desember dengan jumlah 5.377.401, dan 1 Januari dengan 2.359.304 DPT.

(Baca: Luhut Minta Prabowo Hormati Proses Demokrasi dan Konstitusi)

"Kami mencurigai dan cemas angka selisih quick count (hitung cepat) itu diambil dari 17,5 juta. Jumlah tersebut sama dengan 9% dari 192 juta DPT," tambah Hashim merujuk selisih suara sementara Prabowo dengan Joko Widodo.

Hashim mengatakan tanggal 14 April atau tiga hari sebelum pencoblosan, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan KPU untuk membahas masalah DPT itu. Dia mengaku tidak puas lantaran tidak semua temuan diverifikasi KPU. Ia mengungkapkan, hanya 447 ribu nama yang dihapus dari 17,5 juta.

Hashim juga mengatakan tidak mungkin ada pemilih yang lahir di hari yang sama dan masif. Bahkan masalah daftar pemilh ini belum juga selesai hingga hari pencoblosan. Oleh sebab itu BPN melalui ketuanya yakni Djoko Santoso telah mengirim surat ke KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindaklanjuti hal ini serta potensi kecurangan lainnya.

(Baca: Polisi Usut Puluhan Kotak Suara Terbakar di Sumatera Barat)

Tak hanya soal DPT, pihak paslon nomor urut 02 juga menyorot soal pola input data KPU yang diduga hanya memprioritaskan daerah Tempat Pemungutan Suara di mana kubu Jokowi dan Ma'ruf menang. Hal ini menimbulkan kesan Prabowo dan Sandiaga saat ini mengalami kekalahan. "Dalam (diagram) piechart kesannya Prabowo kalah," kata dia.

Namun, jika melihat situs KPU dan melihat tampilan diagram yang ditampilkan, terlihat bahwa yang ditampilkan sepenuhnya berdasarkan data suara yang masuk. Dari tingkat provinsi hingga kecamatan semuanya didata dan dimasukkan dalam diagram.

Pasalnya, hasil Pilpres 2019 yang ditampilkan oleh KPU merupakan real count, yang merupakan penghitungan suara secara penuh, tidak seperti quick count yang menghitung berdasarkan sampel. Jika diagram menunjukkan paslon nomor urut 02 tertinggal, hal tersebut juga berdasarkan data penghitungan suara yang masuk.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution