Lidia menyatakan, pembuatan film dokumenter ini memerlukan observasi yang mendalam. Hasilnya, visual yang didapat begitu kuat sehingga penonton mampu membayangkan sapi yang harus makan sampah untuk bertahan hidup.
David menceritakan pengalaman saat tayang perdana dunia di Nyon, Swiss, 11 April 2019 lalu. "Penonton cukup kaget dengan isu lingkungan yang kami bawa, dua kali pemutaran cukup ramai apresiasinya," ujarnya.
(Baca: Gundala, Film Jagoan Karya Joko Anwar yang Tuai Pujian Sebelum Tayang)
Apalagi, Visions du Reel merupakan festival film yang mengandalkan gaya artistik dan isu yang kuat, bukan cerita umum sehari-hari seperti yang Diary of Cattle tawarkan. Sehingga, kedua sutradara sangat bersyukur pada capaian film berkat akses pasar program Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menjelaskan, sineas film Indonesia harus berani membuka mata investor melalui berbagai macam platform. Tidak hanya bioskop, saluran tayangan sangat beragam seperti YouTube, video streaming, sampai bioskop alternatif.
Fadjar mengaku setiap sineas harus menyiapkan langkah yang unik serta siap sedia dalam bertemu sumber pendanaan. "Pitching forum ide harus beragam, ketika sistem makin banyak tercapai, sumber permodalan bakal semakin mudah," katanya.