Mendagri Perintahkan Daerah Tangkal Serangan Fajar Pilpres 2019

ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO
Warga memakai topeng sambil menunjukkan stiker bertuliskan "Tolak dan Lawan Politik Uang" saat mengikuti Sosialisasi pengawasan partisipasif dan deklarasi tolak politik uang di Kudus, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2019).
11/4/2019, 14.31 WIB

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya telah memerintahkan Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di berbagai daerah untuk melakukan pengawasan pada malam menjelang Pemilu 2019. Langkah ini untuk mencegah politik uang lewat serangan fajar.

Kesbangpol akan mengawasi hingga ke tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Wilayah (RW). "Menempatkan Siskamling dengan Satpol PP awasi RT/RW,” kata dia di kantor Kementerian Dalam Negari (Kemendagri), Kamis (11/4).

Ia menerangkan, posisi Kementeriannya dan Dinas Kesbangpol adalah membantu dalam memaksimalkan pengawasan Pemilu 2019. Pengawas utama tetap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Selain serangan fajar, fokus pengawasan adalah pada netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

(Baca: Pimpinan KPU Diminta Tolak Tawaran Jabatan dari Capres )

Dari internal, Kemendagri menurunkan 200 pegawai untuk menjadi pemantau Pemilu di daerah. Tugasnya antara lain memberikan bantuan operasional seperti kendaraan dan peralatan. Langkah ini juga dilakukan instansinya pada Pemilu 2014.

Para pemantau akan bertugas selama empat hari yaitu dari 15 April hingga 19 April. Tjahjo mengatakan bantuan diutamakan untuk daerah seperti Papua. "Yang secara geografis rawan," kata dia.

(Baca: Selisih Suara Pilpres Tipis, Mantan TNI Prediksikan Potensi Konflik)

Pada Maret lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, pemerintah telah mengerahkan 593.812 personel TNI dan Polri untuk mengamankan Pemilu 2019. Pengamanan termasuk untuk masa kampanye terbuka.

"Hampir sebagian personel kami dikerahkan untuk itu," kata Wiranto Maret lalu. Ribuan personel tersebut telah disebar ke berbagai wilayah Indonesia.

PPATK Bongkar Modus Baru

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada beberapa modus baru politik uang Pemilu 2019. Salah satu modusnya yaitu kandidat menarik uang jauh-jauh hari sebelum masa Pemilu agar tidak terlacak sebagai transaksi keuangan mencurigakan.

Deputi Bidang Pemberantasan PPATK Firman Shantyabudi mengatakan, ada kandidat yang menarik dana dari rekening bank pada dua atau tiga tahun sebelum Pemilu. Kemudian, dana tersebut disimpan di rumah aman (safehouse) secara tunai.

(Baca: Narasi Kecurangan dan Potensi Delegitimasi Pilpres 2019)

Menjelang hari pemungutan suara, dana tersebut diambil oleh kandidat untuk dibagikan kepada masyarakat. "Uangnya diambil, dipecah-pecah uangnya, dikasih (kepada masyarakat)," kata Firman awal April lalu.

Adapun dana tersebut belum tentu terpantau oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) lantaran berada di luar rekening khusus dana kampanye. "Harusnya uang kegiatan yang dipakai harus diambil dari dana kampanye yang dilaporkan kepada KPU," kata dia.

Selain itu, PPATK menemukan modus baru politik uang Pemilu 2019 dalam bentuk jaminan asuransi kecelakaan. Jaminan asuransi itu ditawarkan kepada masyarakat agar mau memilih kandidat terkait. "Itu kan sama juga diberikan janji yang bernilai," kata dia.

Sejauh ini, ada satu orang calong legislatif yang diduga menggunakan modus tersebut. PPATK telah melaporkan hal tersebut kepada Bawaslu pada Maret 2019 untuk ditindak lanjuti.

Reporter: Dimas Jarot Bayu