Fesyen Hasilkan 20% Limbah Produksi, IFW 2019 Promosikan Keberlanjutan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Model mengenakan busana rancangan Diksi Hera Berliana saat peragaan busana "Bumi Minang" pada ajang Indonesia Fashion Week (IFW) 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (27/3/2019). Perhelatan Indonesia Fashion Week 2019 yang bertemakan "Cultural Values" itu diselenggarakan dari 27-31 Maret 2019.
Penulis: Michael Reily
29/3/2019, 07.47 WIB

Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) menggelar Indonesia Fashion Week (IFW) 2019 untuk mempromosikan industri mode yang berkelanjutan. Komitmen itu berdasarkan United Nations for Sustainable Fashion pada 14 Maret 2019 di Nairobi, Kenya.

Ketua Umum APPMI Poppy Dharsono menjelaskan industri kreatif membantu pertumbuhan ekonomi. "Tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan, industri mode juga membantu menumbuhkan industri pariwisata, kami sadar jika keberlangsungan bisnis adalah hal yang penting," kata Poppy dalam keterangan resmi, Jumat (29/3).

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), industri mode merupakan pengguna air terbesar di dunia. Selain itu, sekitar 20% air limbah secara global juga jadi hasil pembuangan industri fesyen. Bahkan, industri mode melepaskan setengah juta ton serat mikro sintetis ke laut setiap tahunnya.

(Baca: Desainer Musa Widyatmodjo Perkenalkan Teknik Anyaman Eco Faux)

Poppy juga menyorot perilaku konsumtif masyarakat modern zaman sekarang, rata-rata manusia membeli 60% lebih banyak pakaian daripada 15 tahun lalu. Oleh karena itu, sebagai mitra PBB, Indonesia Fashion Week mengkampanyekan Sustainable Development Goals dalam lima hari pagelaran mode terbesar Indonesia.

Presiden IGCN (Indonesia Global Compact Network) Junardy menjelaskan industri mode yang berkelanjutan mendorong hak asasi manusia, tenaga kerja, lingkungan hingga anti korupsi. "Kami mendorong perusahaan yang terkait dengan industri fashion untuk mempromosikan bisnis yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan," ujar Junardy.

Dalam gelaran IFW, UN Global Compact Network juga akan memberikan informasi terkait UN Alliance for Sustainable Fashion dan berupaya mendukung industri. Produsen tekstil dan garmen, desainer, produsen, pemasok, pengecer, pembeli, distributor, penyedia layanan dan logistik, serta asosiasi perdagangan dan industri juga akan terlibat.

International Labour Organization (ILO) juga memberikan edukasi kepada produsen garmen dan pedagang tentang cara pemberian pekerjaan yang layak. Kemudian, Food and Agriculture Organization (FAO) memperkenalkan Blue Fashion kepada produsen tekstil untuk meningkatkan kualitas manufaktur.

(Baca: Senayan City Gelar Pagelaran Busana Muslim)

IFW 2019 Incar Transaksi Rp 100 Miliar

Pameran busana terbesar IFW 2019 akan berlangsung pada 27 Maret hingga 31 Maret 2019 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. Selama lima hari, sebanyak lebih dari 480 merek lokal bakal menampilkan karya sesuai tema Cultural Values.

Transaksi perhelatan IFW 2019 ditargetkan bisa mencapai Rp 100 miliar, lebih tinggi daripada capaian tahun lalu yang hanya Rp 80 miliar. "Dua tahun lalu bisa mencapai Rp 100 miliar, sekarang saya pikir bisa sama lagi," kata Poppy dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/3).

Sementara itu, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mengungkapkan sumbangan fashion terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 18 persen dari total ekonomi kreatif Rp 1.105 triliun pada 2017. Meski masih di bawah kuliner, fashion menyumbang sebesar Rp 198 triliun.

Triawan pun menargetkan fashion bisa tumbuh mencapai 8 persen. Pameran IFW 2019 menjadi salah satu yang menunjang target ini. "Apalagi setelah April, semua pelaku usaha pasti akan mendapatkan kepastian. Semua usaha bakal tumbuh secara signifikan," katanya.

 (Baca: Indonesia Fashion Week 2019 Incar Transaksi Rp 100 Miliar)

Reporter: Michael Reily