Kampanye Rapat Umum Dinilai Tak Beri Efek Elektoral Signifikan

KATADATA/AMEIDYO DAUD
Para pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memadati Jakarta Convention Center (JCC) untuk mendengarkan pidato politik Prabowo yang berjudul \"Indonesia Menang\", di Jakarta, Senin (14/11).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
25/3/2019, 19.47 WIB

Kampanye rapat umum dinilai tak akan memberi efek elektoral secara signifikan bagi kedua pasangan calon yang bersaing dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Jenis kampanye tersebut memiliki keterbatasan dan tidak mampu menjangkau semua pemilih.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan kampanye rapat umum lebih berpengaruh secara psikologis. Kampanye ini ditujukan memberi citra seolah para pasangan calon benar-benar memiliki banyak massa pendukung.

Dengan demikian, para pendukung merasa yakin dengan pasangan calon yang telah dipilihnya. "Rapat terbuka hanya berpengaruh, ketika head to head, dia punya bandwagon effect. Misalnya, ketika hadir di sebuah daerah, massanya meluber," kata Yunarto di kantornya, Jakarta, Senin (25/3).

(Baca: Deklarasi Damai Kampanye Terbuka Pilpres 2019, Janji Tak Libatkan Anak)

Untuk bisa meraih elektoral, Yunarto menilai kontestasi politik harus dilakukan lewat kampanye dari pintu ke pintu alias door to door. Ini merupakan yang paling efektif untuk mempersuasi masyarakat. Upaya lainnya, dengan memaksimalkan dua debat terakhir yang digelar pada 30 Maret 2019 dan 13 April 2019.

Menurutnya, ajang debat dapat menarik masyarakat yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Saat ini, ada 36,4 persen dari jumlah undecided voters yang menilai debat masih dapat mengubah pilihan mereka. Sebanyak 10 persen dari mereka menilai hal yang bisa mengubah pilihannya adalah arahan dari tokoh agama.

Dalam hasil survei Charta Politika, sebanyak 9,2 persen undecided voters menyatakan dapat berubah pilihan dengan bantuan sembako. Sedangkan 8,4 persen undecided voters menyebutkan dapat berubah pilihan melalui pemberian uang. "Debat akan punya pengaruh walau terbatas," kata Yunarto.

(Baca: Para Menteri Ajukan Cuti untuk Jadi Juru Kampanye Terbuka Jokowi)

Adapun hasil survei lembaga ini menunjukkan perolehan suara pasangan petahana masih unggul. Charta Politika mencatat elektabilitas Joko Widodo-Ma'ruf sebesar 53,6 persen. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandiaga sebesar 35,4 persen. Adapun, responden yang tidak menjawab sebesar 11 persen.

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandiaga dalam survei periode 1-9 Maret 2019 itu tak jauh berbeda dengan perolehan suara keduanya pada Oktober 2019. Pada Oktober 2018, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 53,2 persen atau hanya meningkat 0,4 persen. Perolehan suara Prabowo-Sandiaga lima bulan lalu sebesar 35,5 persen atau menurun 0,1 persen.

Adapun, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tercatat sebesar 53,2 persen pada Januari 2019. Sementara, elektabilitas Prabowo-Sandiaga dua bulan lalu sebesar 34,1 persen. "Stagnasi di antara kedua pasangan calon terjadi selama tiga kali survei," kata Yunarto. (Baca: Charta Politika: Elektabilitas Jokowi & Prabowo Stagnan Selama 5 Bulan)

Charta Politika mengadakan survei pada 22 Desember 2018 - 2 Januari 2019 dengan melibatkan 2.000 responden. Survei dilakukan melalui pemilihan responden secara acak atau multistage random sampling. Tingkat kesalahan alias margin of error dalam survei ini +/- 2,19 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Kontrol kualitas dilakukan terhadap 20 persen sampel.