Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai perjuangan seorang perempuan sangat penting, terutama dalam menopang ekonomi keluarga. Ia mengemukakan hal itu bercermin pada pengalaman ibunya, Sudjiatmi.
"Saya sangat percaya peran sentral perempuan dalam mendidik anak dan menopang ekonomi keluarga," kata Jokowi ketika bersilaturahmi dengan Perempuan Arus Bawah di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/3).
Awalnya, ia bercerita tentang masa kecilnya yang lahir di bantaran kali. Orang tuanya mencari nafkah dengan berjualan bambu dan kayu.
Pada medio 1970, Jokowi merasakan rumah keluarganya digusur tanpa ganti rugi. "Sehingga (kami) bingung cari rumah," ujarnya.
Keluarga Jokowi sempat berpindah-pindah mengontrak rumah sebanyak empat kali. Ketika itulah ia merasakan betapa perjuangan seorang ibu dalam mengayomi dan mendidik anak-anaknya sangat berat.
(Baca: Jokowi Pamer Keakraban dan Aktivitas Keluarga Bersama Wartawan)
(Baca: Survei: Jokowi Unggul di Muslim Moderat, Prabowo di Konservartif)
Ibunya juga berjuang memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. "Saya merasakan betul terutama dari sisi ekonomi," kata Jokowi.
Atas dasar pengalaman tersebut, Jokowi menyebut pemerintah saat ini memiliki berbagai program yang dapat membantu pekerjaan para ibu dalam membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Beberapa program tersebut, misalnya Kredit Ultra Mikro atau UMi yang sudah diberikan kepada lebih dari 1 juta nasabah.
Pemerintah pun menginisiasi program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar). Jokowi mengatakan, sudah ada 4,2 juta masyarakat yang menjadi peserta program Mekaar.
Dari jumlah tersebut, hampir 99 persennya adalah kaum ibu. Jokowi lantas mengklaim berbagai program tersebut dapat meningkatkan pendapatan dari kaum ibu tersebut.
"Sebelumnya jualan gorengan, setelah dapat pinjaman Rp 2 juta bisa tambah jualan bakso. Yang dulu (jual) bakso, tambah nasi uduk, sehingga ekonomi keluarga menjadi terdukung dari kegiatan ini," kata Jokowi.
Angkatan kerja perempuan
Berdasarkan laporan Women Entrepreneurs in Indonesia yang digarap oleh Bank Dunia dan Kementerian Bappenas 2016, Indonesia memiliki 55 juta penduduk yang bergerak di skala usaha mikro, kecil dan menengah. Menurut data Global Entrepreneurship Monitor tahun 2014, dari populasi 85 juta jiwa perempuan usia produktif di Indonesia, 26 persen di antaranya merupakan pengusaha aktif.
Laporan itu juga menyebutkan, sebanyak 36 persen dari total perempuan Indonesia pada usia kerja lebih memilih untuk menjadi pengusaha. Mayoritas pengusaha perempuan tersebut bergerak di sektor informal, atau pada sektor semi formal.
Dibandingkan dengan negara lain, tingkat perempuan yang memilih menjadi pengusaha di Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia, China dan India. Menurut laporan tersebut, kebanyakan perempuan lebih suka membuka usaha mikro, kecil, dan menengah dalam sektor informal lantaran kesulitan menembus sektor formal.
Secara global tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja perempuan tengah mengalami peningkatan, meskipun peningkatan tersebut tidak terlalu tinggi.
Pada 1990-2005, tingkat partisipasinya sebesar 0,61%. Namun, raihan tersebut tidak dapat dipertahankan selepas rentang waktu 15 tahun. Pada 2006, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan mengalami penurunan menjadi 39,768% atau turun 0,082% dari tahun sebelumnya. Tren penurunan berlanjut selama 7 tahun hingga 2012 menjadi 39,251%.
Kemudian, pada 2017 seiring dengan bertambahnya jumlah pekerja perempuan, tingkat partisipasi tersebut meningkat menjadi 39,298%.