Ma’ruf: Rekomendasi NU Tidak Sebut Kafir untuk Jaga Keutuhan Bangsa

ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI
Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Maruf Amin memberikan pidato politiknya kepada relawan Jokowi-Maruf Amin saat kampanye di Desa Cigugur Girang, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (20/1/2019). Dalam kampanyenya, Ma\'ruf Amin juga membuka bazaar hasil bumi dari relawan Jokowi-Maruf Amin.
Penulis: Muchamad Nafi
2/3/2019, 17.17 WIB

Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin memberi respons positif atas rekomendasi organisasi Nahdlatul Ulama (NU) untuk tidak menggunakan kata kafir terhadap umat nonmuslim. Hal itu untuk menjaga keutuhan bangsa.

Seperti diketahui, rekomendasi tersebut diambil dalam Bahtsul Masail Maudhu’iyah NU yang digelar pada Kamis kemarin di Banjar, Jawa Barat. “Mungkin supaya menjaga keutuhan sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendiskriminasikan,” kata Ma'ruf di kediamannya, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Sabtu (02/03).

(Baca juga: Imam Besar Al-Azhar dan Jokowi Kampanyekan Islam yang Penuh Toleransi)

Ma'ruf mengaku tidak mengikuti langsung Bahtsul Masail tersebut lantaran sedang melakukan safari politik ke beberapa daerah di Jawa Barat untuk menyerap aspirasi masyarakat. Namun, jika para ulama telah sepakat untuk tidak menggunakan istilah kafir bagi nonmuslim di Indonesia, berarti hal itu memang diperlukan.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menyebutkan beberapa hasil Bahtsul Masail yang dinilai penting untuk diketahui masyarakat, terutama bagi warga nahdiyin. Satu di antaranya terkait istilah kafir.

Berdasarkan hasil Bahtsul Matsail, istilah kafir tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa. Oleh sebab itu, tidak ada istilah kafir bagi warga negara nonmuslim. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata konstitusi.

“Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Mekah untuk menyebut orang-orang penyembah berhala yang tidak memiliki kitab suci, yang tidak memiliki agama yang benar,” katanya.

Akan tetapi, setelah Muhammad hijrah ke Kota Madinah, tidak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah yang nonmuslim. Ada tiga suku nonmuslim di sana dan tak disebut kafir.

Reporter: Antara