Maraknya hoaks atau kabar bohong dinilai terkait dengan kelompok tertentu yang berusaha menguasai informasi. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, penyebaran hoaks tersebut dilakukan secara terus-menerus dan konsisten.
Hal tersebut ditujukan agar masyarakat mempercayai hoaks tersebut. "Maka sebagian besar dari kita kehilangan logika dan menyatakan (hoaks) itu benar," kata Moeldoko di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2).
Kabar bohong tersebut mereka sebarkan untuk mematahkan berbagai capaian yang telah dibuat pemerintah selama ini. Hal ini bertujuan untuk memunculkan ketidakpastian dan keraguan masyarakat kepada pemerintah.
Padahal, Moeldoko mengklaim pemerintah telah bekerja keras untuk membangun Indonesia. Pemerintah telah membangun berbagai infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan, dan bandara untuk mendorong konektivitas.
Pemerintah juga membangun berbagai infrastruktur sosial, seperti puskesmas, posyandu, rumah susun, hingga sekolah. Lebih lanjut, Moeldoko menyebut pemerintah sudah mendorong pemerataan harga bahan bakar minyak (BBM) di seluruh wilayah Indonesia.
Dia pun mengklaim pemerintah telah mampu mendorong penurunan angka kemiskinan hingga 9,8%. Hal itu dilakukan dengan penyaluran Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Dana Desa. "Pemerintah bekerja luar biasa, tapi dipatahkan oleh hembusan berita yang bohong, fitnah," kata Moeldoko
Maraknya hoaks tersebut dinilai berbahaya bagi eksistensi negara. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah mengatasi penyebaran kabar bohong dan disinformasi tersebut.
Langkah itu tak bisa hanya dilakukan dengan koordinasi antarkehumasan di jajaran pemerintah. Mereka harus melakukan kolaborasi sehingga informasinya dapat terkendali dan sampai dengan baik kepada masyarakat.
"Jangan informasi itu didominasi kelompok tertentu yang pada akhirnya peran kita menjadi kecil, sangat disayangkan. Justru peran kita harus dioptimalkan sebaik-baiknya," kata Moeldoko.
(Baca: Survei Medsos: Jokowi Korban Berat Hoaks Politik Pilpres 2019)
Membuat Pemerintah Bersalah di Mata Publik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan maraknya hoaks menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 bertujuan untuk membuat pemerintah terlihat bersalah di mata publik. Masyarakat diimbau tidak mudah percaya atau terpengaruh oleh kabar-kabar bohong tersebut.
Ia mencontohkan beredarnya isu tujuh kontainer surat suara yang tercoblos di Tanjung Priok, selang cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang disebut digunakan oleh 40 pasien hingga kasus hoaks penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet.
Ketika itu, Ratna mengaku mukanya babak belur akibat dianiaya orang tak dikenal di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Kabar tersebut dipersoalkan oleh kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Bahkan, Prabowo sempat menggelar konferensi pers untuk membahas kasus Ratna. "(Mereka) menuduh-nuduh kami," kata Jokowi ketika menghadiri acara deklarasi dukungan dari Koalisi Alumni Diponegoro, di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2).
Jokowi justru merasa yang salah dalam kasus hoaks itu adalah para penyebar isunya. "Menuduh kriminalisasi saja sebetulnya arahnya," kata Jokowi. Meski demikian, ia yakin masyarakat sudah cerdas. Alhasil, masyarakat tak akan mudah terpengaruh kabar hoaks tersebut.
(Baca: Hoaks Marak, Jokowi: Penyebar Isu Ingin Pemerintah Terlihat Bersalah)