Tabloid Indonesia Barokah Dinilai Sulit Dijerat Pidana

ANTARA FOTO/KAHFIE KAMARU
Petugas Bawaslu Kota Depok menunjukan tabloid \'Indonesia Barokah\' yang disita dari sebuah masjid, di kantor Panwaslu Cilodong, Depok, Jawa Barat, Jumat (25/1/19). Bawaslu juga menyita 400 paket berisi tabloid \'Indonesia Barokah\' di Kantor Pos dan Giro Depok.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
30/1/2019, 13.32 WIB

Penerbitan tabloid Indonesia Barokah dinilai bakal sulit diusut oleh Kepolisian. Meski Dewan Pers menyatakan tabloid tersebut bukan produk jurnalistik, tidak banyak unsur pidana yang dapat menjerat tabloid tersebut.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, tabloid Indonesia Barokah sulit dijerat dengan tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks). Pasalnya, konten tabloid Indonesia Barokah sebenarnya berisikan data dan fakta.

Data dan fakta tersebut merupakan kumpulan tulisan yang sudah terpublikasi di berbagai media massa lainnya. "Tabloid Indonesia Barokah lebih bisa diverifikasi datanya, meski tidak memenuhi unsur kaidah jurnalistik yang baik," kata Karyono dalam diskusi di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Rabu (30/1).

Jika ingin dijerat dengan pasal pencemaran nama baik, Karyono menilai polisi juga bakal kesulitan mengusutnya. Sebab, tidak ada konten dalam tabloid Indonesia Barokah yang secara langsung menuduh seseorang.

Hal serupa juga terjadi ketika tabloid Indonesia Barokah ingin dijerat menggunakan pasal pelanggaran kampanye dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena berisikan data dan fakta, Karyono menilai konten Indonesia Barokah lebih bersifat kampanye negatif.

Kondisi ini berbeda dengan tabloid Obor Rakyat yang disebarkan pada Pilpres 2014. Menurut Karyono, konten Obor Rakyat tak berisikan data-data yang valid sehingga cenderung sebagai kampanye hitam. "Obor Rakyat itu datanya tidak persis. Itu saja sudah mengandung unsur kebohongan," kata Karyono.

Hal senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo. Menurutnya, sulit untuk menjerat pembuat tabloid Indonesia Barokah dengan pasal pelanggaran kampanye.

Terlebih, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah menyatakan jika tabloid Indonesia Barokah tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran kampanye. "Jadi tidak bisa dikaji menggunakan UU Pemilu," kata Agus.

Meski demikian, Agus menilai polisi tetap harus menelusuri para pembuat tabloid Indonesia Barokah. Menurut Agus, hal ini diperlukan agar penerbitan tabloid Indonesia Barokah tak lagi menjadi polemik di masyarakat.

Selain itu, penelusuran pembuat tabloid Indonesia Barokah oleh polisi ditujukan untuk memenuhi aspek keadilan di mata hukum. "Terlepas terbukti atau tidak, harusnya diproses karena sudah ada pengaduan dari masyarakat," kata Agus.

(Baca: Bareskrim Pelajari Rekomendasi Dewan Pers terkait Indonesia Barokah)

Dilaporkan ke Bareskrim

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebelumnya telah melaporkan Pemimpin Umum Tabloid Indonesia Barokah Moch Shaka Dzulkarnaen dan Pemimpin Redaksi Tabloid Indonesia Barokah Ichwanuddin ke Bareskrim Polri. Keduanya dilaporkan dengan sangkaan tindak pidana penyebaran berita bohong.

Ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2), serta Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pelaporan dengan nomor LP/B/0120/I/2019/BARESKRIM itu ditujukan untuk mengungkap siapa aktor intelektual di balik pembuatan tabloid Indonesia Barokah.

Bareskrim Polri saat ini tengah mempelajari rekomendasi Dewan Pers terkait konten tabloid Indonesia Barokah. Dari hasil kajian tersebut baru Bareskrim Polri bisa menentukan apakah kasus tabloid Indonesia Barokah dapat ditarik ke ranah pidana.

"Sudah diterima (hasil rekomendasi Dewan Pers). Dipelajari dulu oleh tim dari Ditpidum (Direktorat Pidana Umum)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Bareskrim Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, seperti dikutip Antara, Rabu (30/1).

Dewan Pers sebelumnya memutuskan bahwa tabloid Indonesia Barokah tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan pers sesuai yang tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahan Pers, dan Kode Etik Jurnalistik. Dengan demikian, pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilakan menggunakan UU lain di luar UU Pers sebagai delik aduan dalam kasus tersebut.

(Baca: Luhut dan Kapolri Angkat Bicara soal Tabloid Indonesia Barokah )

Reporter: Dimas Jarot Bayu