Tak masuk nominasi Piala Oscar 2019 tetapi "Bali: Beats of Paradise" terus mendapatkan sambutan positif publik internasional. Film dokumenter yang mengangkat musik gamelan khas Pulau Dewata ini tayang di bangunan tertinggi Korea Selatan, Observatorium Seoul Sky.
Pemutaran "Bali: Beats of Paradise" di gedung tersebut berlangsung pada 26 Januari 2019. Penonton merogoh kocek antara 27.000 - 50.000 won untuk mendapatkan tiket masuk, sekitar Rp 345.000 - Rp 640.000. Mereka berdesakan bahkan tak segan duduk di lantai.
Purno Widodo selaku Pensosbud Kedutaan Besar RI (KBRI) untuk Seoul, Korea Selatan (Korsel) kepada Antara London, Senin (28/1), mengutarakan bahwa "Bali: Beats of Paradise" menuai pujian dari berbagai pakar film serta akademisi di Negeri Gingseng.
(Baca juga: Prospek Bisnis Film 2019: Saluran Distribusi Digital Kian Mewabah)
Guinness World Record mencatat Seoul Sky sebagai observatorium dengan lantai kaca tertinggi di dunia. Film karya sutradara Indonesia, Livi Zheng, tayang pada layar raksasa di Sky Deck alias lantai ke-118 bangunan monolit perak setinggi 555 meter ini.
"Film ini adalah kisah nyata pasangan suami istri asal Indonesia (Nyoman dan Naniek) yang memperkenalkan gamelan Bali di dunia internasional. (Selain) Judith Hill, melibatkan juga gitaris jazz Indonesia asal Bali I Wayan Balawan," tutur Livi.
(Baca juga: Tari dan Kuliner Jadi Ikon Promosi KBRI di Pameran Wisata Petualangan)
Dokumenter musikal "Bali: Beats of Paradise" menceritakan tentang seniman gamelan Nyoman Wenten dan istrinya Naniek Wenten yang berkiprah di Amerika Serikat (AS). Nyoman ingin mewariskan sesuatu yang spesial sebelum dirinya pensiun.
Pengajar di UCLA Herb Alpert School of Music dan CalArts School of Music tersebut kembali ke Pulau Dewata. Nyoman hendak melakukan sesuatu sebagai bentuk penghormatan untuk gamelan, musik pengiring ritual adat, yang pamornya memudar di negeri sendiri.
Gamelan khas Bali merambah ke 49 dari 50 negara bagian di AS. Sayang, musik ini justru meredup di tengah masyarakat Indonesia. Padahal, musik tradisional ini berkontribusi dalam proses pembuatan film Avatar, tayangan TV Star Trek, serta gim Nintendo Mario Bros.
(Baca juga: Insan Film Butuh Kesesuaian Regulasi Daerah dengan Praktik Lapangan)
Nyoman berkolaborasi dengan musisi Judith Hill. Peraih penghargaan Grammy Award ini sedang mencari alunan khas untuk karya musik yang sedang dibuatnya. Hill tertarik dengan musik gamelan.
Dubes Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi bangga bahwa "Bali: Beats of Paradise" tayang di salah satu bangunan ikonik. Pasalnya, Observatorium Seoul Sky merupakan simbol kebesaran dan modernitas Negeri Gingseng.
"Saya berharap semakin banyak masyarakat di dunia internasional, khususnya di Korea Selatan yang mengetahui dan mengapresiasi gamelan, seiring dengan masyarakat Indonesia yang menyukai K-Pop," ujar Hadi.
Park Dongki selaku CEO Lotte World (perusahaan induk Seoul Sky) mengaku kagum atas film dokumenter yang memakan waktu produksi selama setahun tersebut. (Baca juga: Ideosource Danai Lima Film Baru Tahun Ini)
"Saya sangat terkejut musik tradisional bisa kolaborasi dengan musik modern. Saya membayangkan bila seandainya gamelan dipadukan dengan K-Pop, akan menghasilkan karya hebat," kata Dongki.
Observatorium menempati mulai lantai ke-117. Selain masuk Guiness World Record sebagai observatorium berlantai kaca tertinggi di dunia, Seoul Sky juga tercatat sebagai Double Deck Elevator tertinggi sekaligus tercepat.