Debat calon presiden dan wakil presiden semalam dinilai datar dan cenderung normatif. Jawaban yang diberikan kedua pasangan calon (paslon), yakni Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno relatif minim substansi dan data.
Deputi Direktur dan Data PARA Syndicate Jusuf Suroso mengatakan, keberadaan data justru akan membuat perdebatan lebih menarik. Hal ini akan membuat masing-masing paslon dapat menghantam lawannya dengan fakta terkait hukum, hak asasi manusia (HAM), korupsi, dan terorisme. "Mudah-mudahan (data) dapat terjawab dalam episode debat berikutnya," kata Jusuf, di Jakarta, Jumat (18/1).
Ia mengatakan, Jokowi dapat mengungguli Prabowo dengan telak apabila menyampaikan sejumlah data. Saat perdebatan soal korupsi, Jokowi seharusnya mengangkat adanya 2.357 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dipecat karena terlibat korupsi. Dia menyayangkan keseruan debat tidak terlihat karena data model ini tidak tersaji.
"Paslon 01 sebenarnya agak diuntungkan, sayang tidak menyajikan data. Kalau ada, mungkin paslon 02 langsung terpuruk," kata Jusuf.
Sebaliknya, Prabowo juga kena kritik lantaran tidak membeberkan data negara mana saja yang ternyata mendukung teroris. Ini menyikapi pernyataan Prabowo yang menyebutkan bahwa selain faktor ekonomi, ada faktor eksternal yang melatarbelakangi aksi terorisme. "Hanya berhenti di situ saja, tidak teridentifikasi apik," kata Jusuf.
(Baca: Menyoal Minimnya Peran Ma'ruf dalam Debat Perdana)
Pengamat politik PARA Syndicate FS Swantoro mengatakan, dengan adanya kisi-kisi pertanyaan, seharusnya kedua paslon dapat menyampaikan visi-misi dengan lebih mendalam. Namun, dalam debat perdana kemarin tidak ada hal baru yang diangkat oleh Jokowi maupun Prabowo. "Kemarin masih kurang terlihat," kata dia.
Sementara itu, Deputi Direktur PARA Syndicate Ari Nurcahyo, memberi nilai tujuh untuk Jokowi dan enam untuk Prabowo dalam debat kemarin. Ia menilai kedua paslon belum berhasil mengelaborasi visi-misi dalam debat tersebut. Meskipun ada kemiripan dari visi-misi kedua paslon, Jokowi lebih menekankan kepada kemajuan pembangunan Indonesia sedangkan Prabowo pada pemerataan keadilan dan kemakmuran.
Jokowi dinilai belum mampu mengelaborasi pondasi ideologis Pancasila juga soal tumpang-tindih hukum dan peraturan. Adapun Prabowo kurang dapat memanfaatkan debat untuk menjawab isu-isu yang beredar di masyarakat terkait kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
Pengamat komunikasi dan media PARA Syndicate Bekti Waluyo menganggap debat pertama ini layaknya edisi mencicipi makanan. Dia berharap, dalam debat berikutnya tim kedua paslon segera mengkoordinasikan visi dan misi lebih tajam kepada kedua calon agar debat berlangsung menarik. "Karena sebagai event, ini masih jauh dari harapan," kata Bekti.
(Baca: Timses Sebut Prabowo Terlalu Santun dalam Debat Perdana)