Calon presiden nomor urut 02 menyatakan Koalisi Indonesia Adil dan Makmur yang saat ini mengusungnya terasa aneh. Sebab, koalisi tersebut diisi oleh orang-orang yang pernah berselisih.
Menurut dia, dalam Koalisi terdapat Rachmawati Soekarnoputri, anak Presiden Soekarno. Ada pula Siti Hediyati Hariyadi alias Titiek Soeharto, putri dari Presiden Soeharto. (Baca juga: Prabowo Sindir Elite Politik Kerap Bohong Soal Kondisi Indonesia).
Padahal, Soekarno dan Soeharto diketahui kerap berselisih paham semasa hidupnya. “Bayangkan, Pak Harto berseberangan dengan Bung Karno. Anaknya Pak Harto sekarang sama-sama dengan anaknya Bung Karno,” kata Prabowo di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11).
Ada pula Amien Rais yang dulu Prabowo anggap sebagai tokoh yang ikut berperan dalam reformasi 1998. Ketika itu, Amien memiliki pandangan yang berseberangan dengan Soeharto. Sekarang, Amien bergabung dalam koalisi bersama Titiek, yang ayahnya turut ia tumbangkan dari posisi orang nomor satu di Indonesia.
Tak berhenti di situ betapa beragamnya tokoh yang dulu sempat berselisih di koalisinya. Ada pula Sohibul Iman yang dulu kerap berdemonstrasi menentang pemerintahan Soeharto. Prabowo yang dulu pernah menjadi Komandan Jenderal Kopassus mengakui Sohibul kerap diburu tentara akibat aksinya.
Kini, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu malah mendukung Prabowo sebagai calon presiden bersama Sandiaga Uno. “Dulu saya ditugaskan mengejar-ngejar Pak Sohibul Iman, Pak Amien Rais. Makanya Pak Amien Rais, nuwun sewu, juga banyak tokoh HMI dulu aku kejar-kejar mereka, sekarang mereka yang dukung saya,” kata Prabowo.
Meski demikian, Prabowo menilai sudah bukan saatnya melihat masa lalu. Menurutnya, Rachmawati, Titiek, Amien, dan Sohibul kini tak lagi menyimpan dendam dan perpecahan. (Baca pula: Deklarasi Relawan Prabowo-Sandiaga Dipadati "Emak-emak")
Koalisi Indonesia Adil dan Makmur bersatu karena melihat kondisi masyarakat Indonesia yang kian menderita. “Mari kita bersatu dan mari kita selamatkan masa depan bangsa kita dan anak-anak kita,” kata dia.
Melihat hal ini, bisa jadi adagium lama benar adanya. Tak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, yang abadi hanyalah kepentingan.