Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengatakan, KSP telah menerima petisi dan surat dari koalisi. "Harapannya Presiden mempertimbangkan baik kasus ini," kata Anggara.
Koalisi saat ini hanya memikirkan soal amnesti lantaran pemberian grasi dibatasi sejumlah aturan. Apabila grasi diberikan maka seseorang harus menjadi terpidana paling tidak dua tahun penjara. Padahal, Nuril hanya dipidanakan selama enam bulan kurungan. "Selain itu, tidak adil kalau orang yang tidak melakukan kesalahan minta diampuni kesalahannya," ujar Anggara.
Ia juga mengatakan, ada kejanggalan dalam keputusan MA di mana MA malah mengadili fakta. Padahal, rekaman asli pembicaraan tersebut tidak pernah ditemukan dan pemeriksaan hanya mengandalkan barang bukti berupa salinan rekaman saja. "Tentu ini bagian dari rekayasa yang menurut kami tidak fair," kata Anggara.
Koalisi juga enggan memilih opsi Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA. Jika opsi tersebut ditempuh, Nuril tetap harus menjalani hukuman terlebih dahulu di lembaga pemasyarakatan. Eksekusi keputusan MA ini akan dilaksanakan pada 21 November 2018.
(Baca: Hormati Putusan MA, Rudiantara Minta Usut Penyebar Konten Guru Nuril)