Mantan petinggi Lippo Group yang menjadi tersangka kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Eddy Sindoro menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (12/10). Dua tahun terakhir, dia merupakan buron yang lari ke luar negeri.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan proses penyerahan diri Eddy dibantu berbagai pihak dari dalam dan luar negeri. Beberapa instansi yang terlibat antara lain otoritas Singapura, Kepolisian RI, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, serta pihak kedutaan. “KPK juga mendapat informasi dari masyarakat,” kata Laode.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Eddy menyerahkan diri kepada KPK melalui Atase Kepolisian RI di Singapura pada 12 Oktober 2018. Setelah itu, tim KPK membawa Eddy ke Indonesia pukul 12.20 WIB waktu Singapura.
Setibanya di Indonesia, Eddy langsung ditangkap dan dibawa ke Gedung KPK, Jakarta untuk diperiksa. Tim yang membawa Eddy Sindoro tiba di Gedung KPK sekitar pukul 14.30 WIB.
Eddy menyandang status tersangka pada 21 November 2016. Dia diduga terkait dalam kasus suap atas pengurusan sejumlah perkara beberapa perusahaan di bawah Lippo Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penetapan tersangka Eddy merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 20 April 2016. Ketika itu, KPK menangkap panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan pemberi suap Dodi Ariyanto Sumpeno di Hotel Acacia, Jakarta. Dari keduanya, penyidik menyita uang sebesar Rp 50 juta.
Eddy sempat dipanggil dua kali pada Mei 2016 untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, dia tak hadir tanpa keterangan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada November 2016, Eddy juga sempat diagendakan untuk diperiksa, tetaapi kembali mangkir.
Sejak akhir 2016 hingga 2018, Eddy diduga berpindah-pindah ke sejumlah negara, yakni Bangkok, Malaysia, Singapura, dan Myanmar. Pada November 2017, Eddy diduga mencoba memperpanjang paspor Indonesia di Myanmar.
Lantas, KPK meminta penetapan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Eddy pada Agustus 2018. Sampai akhirnya, pada 29 Agustus 2018, Eddy dideportasi untuk dipulangkan ke Indonesia dari Malaysia.
Di Bandara Soekarno Hatta, Eddy malah kembali terbang ke Bangkok yang diduga tanpa melalui proses imigrasi dengan bantuan pengacaranya, Lukas. Setelah lebih dari satu bulan berlalu, Eddy akhirnya menyerahkan diri. “KPK berharap sikap kooperatif yang telah ditunjukkan dengan menyerahkan diri dapat dilanjutkan hingga selesai menjalani proses hukum,” kata Laode.
Saat ini, Eddy ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur. Eddy ditahan untuk 20 hari pertama.
Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam pengembangan penanganan perkara, KPK juga telah menetapkan Lukas sebagai tersangka. Lukas didugaan melakukan tindak pidana sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Eddy.