Jalan Terjal Prabowo-Sandiaga Meraih Suara Kalangan Nahdiyin

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) saling berpegangan tangan seusai mendaftarkan dirinya di gedung KPU, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
30/9/2018, 06.00 WIB

Sejauh ini belum ada angka pasti mengenai jumlah muslim yang menjadi warga Nahdatul Ulama (NU). Namun beberapa lembaga survei menyatakan NU dengan organ pendukungnya merupakan organisasi massa terbesar di Indonesia, memiliki 80 – 120 juta anggota. Angka yang begitu menentukan dalam pemilihan umum. Tak heran bila partai politik dan calon presiden saling memperebutkan kalangan Nahdiyin ini.

Demikian pula dengan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Berbagai lobi mereka lakukan. Upaya keras ini untuk mengejar satu langkah ketertinggalan dari rivalnya, Joko Widodo yang menggandeng Ma’ruf Amin sebagai pasangan petahana itu. Sebagai tokoh utama NU –pernah menjabat Rais A'am Pengurus Besar NU- juga dedengkot Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf diperkirakan berpeluang besar menarik simpati para Nahdiyin.

Proyeksi kuatnya anggota NU berlabuh ke kubu Jokowi-Ma’ruf didorong pula dengan masuknya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam barisan pasangan ini. Kedua partai tersebut identik dekat dengan warga NU. (Baca juga: Ma'ruf Amin Berfokus Gaet Pemilih di 10 Lumbung Suara Muslim).

Karena itulah Prabowo-Sandi bekerja keras dalam menggalang dukungan NU. Keduanya sempat menemui Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj pada pertengahan Agustus lalu. Mereka pun menyambangi istri Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah Wahid serta anak keduanya, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (Yenny Wahid). Dalam pertemuan tersebut, Sandiaga blak-blakan mengajak Yenny untuk bergabung dalam tim pemenangannya.

Malang, Yenny malah melabuhkan dukungannya kepada Jokowi-Ma'ruf. Keputusan itu disampaikan Yenny usai beberapa jam sebelumnya bertemu Ma'ruf di kediaman Sinta di Jakarta, Rabu pekan lalu. (Baca: Yenny Wahid Berlabuh Dukung Jokowi-Ma'ruf Amin)

Dukungan Yenny diklaim mewakili sikap politik keluarga Gus Dur. Karenanya, sembilan organisasi yang tergabung dalam Konsorsium Kader Gus Dur akan menyokong Jokowi-Ma'ruf.  Sembilan organ politik itu di antaranya Barikade Gus Dur, Forum Kiai Kampung Nusantara, Garis Politik Almawadi Alumni Mahasiswa Timur Tengah, dan Gerakan Kebangkitan Nusantara. Kemudian, Satuan Mahasiswa Nusantara, Millenial Political Movement, Komunitas Santri Pojokan, Jaringan Perempuan untuk NKRI, dan Forum Profesional Peduli Bangsa. 

Walaupun, setelah deklarasi tersebut, putri pertama Gus Dur, Allisa Wahid, menyatakan bahwa  barisan Kader Gus Dur berbeda dengan jaringan Gusdurian. Dia menegaskan jaringan Gusdurian merupakan gerakan sosial kemasyarakatan yang tidak berpolitik praktis.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa menilai keberadaan Ma'ruf, PKB, PPP, dan Yenny di belakang Jokowi membuatnya secara tak langsung menguasai NU secara struktural dan kultural. Karenanya, hal ini akan menyulitkan Prabowo-Sandi untuk memenetrasi suara para pendukung NU. “Ini jalan yang agak terjal untuk Prabowo-Sandiaga mengambil suara NU,” kata Ardian di kantornya, Jakarta, Kamis (27/9).

Peluang Prabowo-Sandiaga untuk menggalang dukungan dari NU semakin kecil tatkala keduanya menerima dukungan dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama melalui forum Ijtimak Ulama II. Hal ini terlihat dari riset LSI Denny JA yang mencatatkan dukungan GNPF Ulama malah menurunkan elektabilitas Prabowo-Sandi di kalangan pemilih NU.

(Baca: Elektabilitas Prabowo-Sandi di Pemilih Muslim Terdorong Ijtimak Ulama)

Dengan basis sebesar 12,5 persen dari total pemilih, elektabilitas Prabowo-Sandi di segmen tersebut menurun 0,9 persen. Elektabilitas Prabowo-Sandi di pemilih NU pada Agustus 2018 tercatat sebesar 27 persen. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi pada September 2018 sebesar 26,1 persen. “Setelah Ijtimak Ulama II, dukungan NU terhadap Prabowo-Sandi justru menurun, kata Ardian.

Karenanya, perlu usaha lebih bagi Prabowo-Sandi untuk bisa menggarap suara pemilih NU. Ardian menyarankan agar pasangan itu dapat memainkan peran yang dapat diterima oleh kalangan NU. Misalnya, harus bisa mewakili serta memperjuangkan kepentingan NU. Tak hanya itu, mereka juga harus melobi para kiai kampung yang belum terkoordinat dengan tokoh-tokoh sentral NU. 

Menurut Ardian, mereka memiliki sikap yang independen, namun tetap memiliki basis massa. “Jadi tinggal memainkan ritmenya,” kata Ardian. (Baca: Dukungan Anak Gus Dur Buat Tim Jokowi-Maruf Optimistis Menang Pilpres).