Program perluasan mandatori biodiesel dengan campuran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) 20% dengan solar (B20) masih menemui kendala pengiriman. Pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatasi masa pemesanan pembelian (Purchase order/PO) B20 dari Badan Usaha Bahan Bakar Minyak ke Badan Usaha Bahan Bakar Nabati maksimal 14 hari sebelum waktu pengiriman.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto menyatakan waktu 14 hari menurutnya cukup untuk menyiapkan kapal dan transportasi pengiriman FAME kepada badan usaha bahan bakar minyak.
“Nanti akan kami perkuat SOP (Standard of Procedure) dengan Keputusan Direktur Jenderal,” kata Djoko usai rapat koordinasi terbatas (Rakortas) di Jakarta, Kamis (20/9).
(Baca : Indonesia Timur Masih Kekurangan Pasokan Minyak Sawit untuk B20)
Dia menuturkan, keputusan itu untuk menjamin ketersediaan FAME kepada badan usaha bahan bakar minyak. Sehingga program B20 berjalan lancar dan sesuai taget. Meski begitu, dia menyarankan perbedaan titik lokasi antar dari produsen FAME kepada depot penyalur bahan bakar minyak harus didetailkan dalam kontrak antarbadan usaha.
“Permasalahan bisa dibahas dengan duduk bersama, business to business,” ujarnya.
Dia mengungkapkan masih ada dua perusahaan penyalur bahan bakar yang masih berbentuk Head of Agreement dengan produsen FAME. Sehingga, proses jual beli minyak nabati harus diperjelas dalam kontrak.
Terkait adanya beberapa kemungkinan kondisi force majeure, seperti kapal karam Djoko juga menyebut hal tersebut juga akan dipertegas dalam kontrak.
Meski begitu, Kementerian ESDM tetap akan memeriksa fakta dibalik kegagalan distribusi. “Kami cek satu perusahaan itu, ternyata benar ada bukti foto kapal yang kandas,” kata Djoko.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menyatakan ada beberapa daerah yang belum mendapat penyaluran FAME sebagai bahan campuran B20. Daerah yang belum tersalurkan itu mayoritas berada di kawasan Indonesia timur.
(Baca: Produsen Biodiesel Klaim Penyaluran FAME dalam Mandatori B20 Sudah 98%)
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan dari 112 terminal BBM, hanya 69 yang sudah tersalurkan minyak sawit. “Yang belum tersalurkan ada di daerah Indonesia Bagian Timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi,” kata dia, kemarin.
Pertamina enggan menyebut alasan terminal BBM itu belum tersalurkan minyak sawit. Adiatma menyerahkan hal tersebut kepada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi lantaran direktorat itu yang melakukan lelang minyak sawit.