Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah melakukan pengembangan terkait penggunaan bahan bakar nabati berbasis minyak sawit dalam campuran untuk avtur (bioavtur). Rencananya, laporan awal pengembangan bioavtur akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo pada awal tahun depan.
Guru Besar Teknik Kimia ITB Soebagjo menyatakan pengembangan penelitian penggunaan bioavtur berada dalam uji coba untuk pesawat angkutan umum ukuran besar seperti Boeing dan Airbus. “Kami usahakan awal tahun depan sudah selesai,” kata Soebagjo di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (15/9) lalu.
(Baca : Mendag Tawarkan Kerja Sama Pengembangan Bioavtur ke Boeing)
Dia menjelaskan, tim riset asal Singapura juga sedang melakukan pengembangan penggunaan bioavtur, sehingga para peneliti di Indonesia mencoba untuk bergerak cepat. Nantinya, penggunaan bioavtur bercampur minyak nabati dari minyak kelapa sawit akan segera dipatenkan.
Soebagjo mengatakan para peneliti mencoba melakukan pencampuran secara bertahap kandungan minyak kelapa sawit dalam bioavtur. “Untuk berapa persennya akan kami sesuaikan sampai tahap mana kemampuannya,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang melakukan kunjungan ke ITB mengatakan, penggunaan bioavtur akan menambahkan devisa negara. Sebab, dalam proses lobi Indonesia dengan beberapa negara telah memasukkan bioavtur sebagai persyaratan perdagangan, seperti yang dilakukan dengan Boeing dan Airbus di Amerika Serikat (AS).
(Baca : Siasat Lion Air Memborong Pesawat untuk Menghambat Pesaing)
Pada tahap awal, ITB bakal menyesuaikan bioavtur dengan standar internasional seperti B5, dengan kandungan bahan bakar nabati yang berpotensi terus bertambah jika memungkinkan. “Pemerintah juga minta penghitungan aspek keekonomisannya supaya harga bersaing,” kata Enggar.
Dia mengapresiasi langkah ITB yang mempercepat proses penelitian bioavtur yang merespons program mandatori B20. Pengembangan penggunaan bioavtur mendapatkan dukungan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, PT Pertamina (Persero), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor meminta ketepatan penghitungan penggunaan bioavtur. Sebab, pihaknya pernah melakukan riset yang menyatakan harga bioavtur cukup tinggi karena biaya produksinya besar.
Selain itu, Aprobi berharap bioavtur berbahan dasar kelapa sawit bisa mendapatkan paten internasional agar bisa bersaing di pasar global. Sebab menurutnya, penggunaan bioavtur bakal menguntungkan Indonesia dalam penghematan devisa untuk impor bahan bakar minyak. “Kalau bisa mungkin bakal dicoba di dalam negeri,” ujar Tumanggor.
Untuk potensi pembuatan fasilitas produksi bioavtur di AS, dia juga menyatakan akan ada kerja sama dengan pembeli potensial. Namun, realisasinya masih menunggu laporan penggunaan minyak kelapa sawit dalam avtur.
(Baca juga : Ekspor Biodiesel Tahun Ini Diprediksi Mencapai 800 Ribu Kiloliter)