Hasil survei lembaga Y-Publica menunjukkan gerakan tagar 2019GantiPresiden saat ini makin populer. Meski makin populer, tak banyak masyarakat yang menerima gerakan ini.
Sebanyak 69,9% responden mengetahui atau pernah mendengar tentang gerakan ini. Angka ini lebih tinggi 19,6% dibanding temuan survei Y-Publica pada Mei 2018 dengan jumlah responden yang mengetahui gerakan sebanyak 50,3%.
"Gerakan tagar #2019GantiPresiden makin populer di tengah publik," kata Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono di Jakarta, Senin (3/9).
(Baca juga: Polemik Gerakan #2019GantiPresiden, antara Aspirasi dan Provokasi)
Popularitas gerakan ini berbanding terbalik dengan akseptansi dari masyarakat. Alasannya, jumlah masyarakat yang tidak setuju semakin meningkat.
Berdasarkan survei Y-Publica, mayoritas responden yang tidak mendukung gerakan #2019GantiPresiden sebanyak 68,6%. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan survei Mei 2018 dengan jumlah responden yang tidak setuju sebanyak 67,3%.
Ada pun, sebanyak 75,6% responden menganggap gerakan tersebut tak lagi sebagai ekspresi kebebasan berpendapat. Sebanyak 28,3% responden yang mengetahui gerakan #2019GantiPresiden menganggap sebagai gerakan bermuatan politik.
(Baca juga: Isu Ganti Presiden Gerus Suara di Pilkada, Golkar Antisipasi di 2019)
Ada pun 25% responden menganggap gerakan tersebut sebagai kampanye politik sebelum pemilu. Bahkan, ada 13,6% responden yang menganggap gerakan 2019GantiPresiden mengarah kepada makar.
"Hanya 8,4% yang menganggap sebagai gerakan protes atau bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah," kata Rudi.
Persepsi publik yang kritis juga terlihat dari identifikasi mereka terhadap pihak yang diuntungkan oleh gerakan 2019GantiPresiden. Sebanyak 32,1% responden menganggap gerakan itu menguntungkan kubu oposisi atau lawan politik Presiden Joko Widodo.
Bahkan, terdapat 24,9% responden yang terang-terangan bahwa gerakan tersebut menguntungan pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ada pula 20,6% responden yang menganggap gerakan tersebut menguntungkan kelompok anti-NKRI.
"Sebanyak 12,8% menyebut kelompok pendukung khilafah yang diuntungkan," kata Rudi.
Survei Y-Publica ini dilakukan pada 13-23 Agustus 2018 dengan melibatkan 1.200 responden yang mewakili 120 desa di 34 provinsi Indonesia. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara tatap muka. Ada pun, margin of error survei ini sebesar +/- 2,98% dan tingkat kepercayaan 95%.