3 Aturan BPJS Kesehatan untuk Kendalikan Fasilitas yang Tak Perlu

Arief Kamaludin I Katadata
Penulis: Ihya Ulum Aldin
20/8/2018, 19.17 WIB

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan tiga peraturan baru Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) saat ini masih tetap berlaku. Aturan ini bertujuan untuk mengendalikan fasilitas perawatan yang tidak perlu di BPJS Kesehatan.

“Kan Anda tidak ingin uang yang Anda kumpulkan, digunakan untuk unnecessary treatment (perawatan yang tidak perlu), ya harus diatur,” kata Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso di The Hook, Jakarta, Senin (20/8).

Ketiga aturan tersebut, yakni Perdirjampelkes Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdirjampelkes Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, serta Perdirjampelkes Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

(Baca: BPJS Kesehatan Akan Seleksi Performa Rumah Sakit terkait Pembiayaan)

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief mengatakan tiga aturan tersebut hanya untuk memperjelas tata cara agar manfaat pelayanan lebih efektif dan efisien. Meski banyak pihak yang kontra, dia memastikan ketiga aturan ini tidak akan direvisi. Menurutnya, aturan ini sesuai dengan tugas BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Peraturan yang diterapkan pada 25 Juli tersebut, mendapat respon negatif dari Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek. Dia meminta BPJS Kesehatan menunda pelaksaan aturan Perdirjampelkes tersebut. “Pelayanan kesehatan wajib memperhatikan mutu dan keselamatan pasien,” katanya dalam siaran pers, Minggu (29/7).

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun meminta BPJS Kesehatan membatalkan tiga Perdirjampelkes tersebut. Menurut mereka, ketiga aturan ini bakal merugikan masyarakat. Alasannya, bisa menurunkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sangat dibutuhkan masyarakat.

Ketua Umum PB IDI Ilham Oetamamarsis mengatakan katarak menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan kebutaan tertinggi di dunia. Ilham menilai adanya kuota pelayanan katarak dalam Perdirjampelkes Nomor 2 Tahun 2018 dapat meningkatkan angka kebutaan di Indonesia.

(Baca: IDI Desak BPJS Kesehatan Batalkan Tiga Aturan Terbaru)

Kemudian, Perdirjampelkes Nomor 3 Tahun 2018 dianggap dapat membuat pelayanan persalinan tidak optimal. Padahal, dia menilai semua persalinan harus mendapatkan penanganan yang optimal. "Karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian," kata Ilham. Sementara, BPJS Kesehatan hanya bisa melayani persalinan normal.

Ilham menambahkan Perdirjampelkes Nomor 5 Tahun 2018 tak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik. Sebab dalam aturan tersebut, BPJS Kesehatan hanya menjamin pelayanan rehabilitasi medik dua kali sepekan. Ilham menilai hal tersebut dapat berakibat pada hasil terapi yang tak optimal. "Kondisi disabilitas menjadi sulit teratasi," katanya.

(Baca juga: Sederet Strategi Pemerintah Perkecil dan Tambal Defisit BPJS Kesehatan).