Komite Akreditasi Nasional/Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyatakan akreditasi penerbitan sertifikasi halal untuk produk ekspor tidak dimonopoli satu lembaga tertentu. Misalnya, “stempel” halal tidak harus melalui Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sebab, menurut Sekretaris Jenderal Komite Akreditasi Kukuh Syaefudin Achmad, sertifikat halal untuk produk ekspor disesuaikan dengan permintaan atau syarat dari negara tujuan. Sehingga, produk ekspor tadi tidak membutuhkan label halal yang hanya dimiliki Indonesia, seperti label halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI.
Dengan menimbang hal itu, Komite Akreditasi saat ini bertugas memberikan akreditasi kepada lembaga pemberi sertifikasi halal. Lembaga ini bisa menjadi alternatif penerbit sertifikasi halal selama memenuhi persyaratan. “Labelnya tetap, tapi lembaganya tidak harus hanya satu,” kata Kukuh di Jakarta, Senin (23/7).
(Baca: Pemerintah Genjot Ekspor Pangan ke Arab dengan Sertifikasi Halal).
Sebagai contoh, dari kerja sama dengan Emirates Authority for Standardization and Meteorology (ESMA), Komite Akrediditasi memperoleh otoritas untuk memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi halal. Nantinya, lembaga ini bisa menerbitkan label halal sesuai dengan milik ESMA. Alhasil, sertifikasi produk ekspor ke Uni Emirate Arab tidak harus melalui MUI.
Namun Kukuh menegaskan bahwa sertifikasi produk halal dalam negeri masih harus melalui MUI karena telah mengantongi persyaratan izinnya. Perubahan akan terjadi ketika ada undang-undang yang memperbolehkan lembaga lain mengeluarkan sertifikat halal.
Saat ini, Badan Standarisasi sedang menunggu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang sertifikasi halal keluar. “Kabar terbarunya sudah sampai di meja presiden,” kata Kepala Badan Sertifikasi Bambang Prasetya. (Baca juga: Terkendala Syarat Halal, Pemerintah Tidak Impor Daging Ayam Brasil).
Seperti diketahui, hari ini Badan Standardisasi menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan ESMA untuk penyelarasan sertifikat halal. Selanjutnya, Komite Akreditasi berpotensi mendapatkan wewenang untuk memberikan akreditasi terhadap lembaga sertifikasi halal.
Dengan kerja sama ini, nantinya pembuatan sertifikasi produk halal untuk ekspor ke Uni Emirat Arab bisa diurus Indonesia. MoU ini berlaku selama lima tahun sejak penandatanganannya pada Senin, 23 Juli 2018. Harapannya, dengan “stempel” ini, produk ekspor Indonesia mudah diterima di sejumlah negara mayoritas muslim dan waktu pengurusan ekspor pun bisa dipercepat.