Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan uji materi terkait masa jabatan wapres dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kalla mengajukan diri melalui kuasa hukumnya, Irmanputra Sidin, dalam gugatan yang dimohonkan Perindo pada Jumat (20/7) siang.
Irmanputra mengatakan, Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait lantaran berkepentingan langsung dengan gugatan tersebut. Gugatan ini dimohonkan karena terjadi perdebatan publik atas wacana dirinya maju kembali dalam Pilpres 2019.
Selain itu, JK juga dianggap memiliki kaitan langsung karena telah menjabat sebagai wakil presiden sebanyak dua kali, yakni pada periode 2004-2009 dan 2014-2019.
"Tidak mungkin beliau hanya berdiam diri dan kemudian tidak mau memberikan keterangan soal perdebatan pasal itu," kata Irmanputra ketika dihubungi Katadata.co.id.
(Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU Pemilu, JK Tak Dapat Kembali Maju Cawapres)
Menurut Irmanputra, syarat menjadi wapres yang tercantum di Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Irmanputra menjelaskan, pembatasan masa jabatan sebenarnya hanya ditujukan kepada pemegang kekuasaan, yakni presiden.
Batasan tersebut lahir akibat hanya ada satu presiden terpilih, yakni Soeharto selama 32 tahun masa Orde Baru. "Sehingga lahirlah Reformasi 1998, kemudian kita bangsa Indonesia sepakat untuk membatasi jabatan presiden," kata Irmanputra.
Irmanputra pun menilai pembatasan tersebut tak termasuk untuk jabatan wapres. Alasannya, wapres bukanlah pemegang kekuasaan pemerintahan di Indonesia.
Menurutnya, pemegang kekuasaan di Indonesia bersifat tunggal yang dimandatkan kepada presiden. Wapres, lanjut dia, hanyalah pembantu presiden sebagaimana menteri. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 4 ayat 2 UUD 1945.
"Tidak ada konstitusi yang membatasi jabatan pembantu presiden," kata Irmanputra.
(Baca juga: PDIP: JK Calon Kuat Dampingi Jokowi Bila MK Kabulkan Gugatan UU Pemilu)
Sebelumnya, Perindo mengajukan gugatan dengan nomor register 60/PUU-XVI/2018 pada Kamis (12/7). Dalam gugatannya, Perindo merasa dirugikan lantaran frasa "tidak berturut-turut" dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.
Frasa tersebut juga telah menambah norma baru dari Pasal 169 huruf n. Alhasil, hal tersebut dianggap merugikan Perindo karena mengganjal pengusulan Jokowi bersama JK dalam Pilpres.
Uji materi serupa pernah diajukan dua kelompok berbeda. Kelompok pertama diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar, dalam perkara nomor 36/PUU-XVI/2018 yang diajukan pada Senin (30/4).
Permohonan kedua diajukan oleh Syaiful Bahri dan Aryo Fadlian yang diwakili Koalisi Advokat Nawacita Indonesia.
Pada akhir Juni lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tak menerima permohonan uji materi tersebut.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. Alasannya, kedua pasal tersebut dinilai sama sekali tidak menghilangkan hak para pemohon menggunakan hak pilih mereka.
(Baca juga: Alasan JK Enggan Jadi Cawapres 2019, Bukan Semata soal Konstitusi)