Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tak menerima permohonan uji materi Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai masa jabatan presiden dan wakil pesiden selama dua kali masa jabatan yang sama.
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman yang memimpin sidang, Jakarta, Kamis (28/6).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. Alasannya, kedua pasal tersebut dinilai sama sekali tidak menghilangkan hak para pemohon menggunakan hak pilih mereka.
Selain itu, MK menganggap pemberlakukan kedua norma dalam UU Pemilu, baik Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i, sama sekali tidak menghalangi hak pemohon untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Sepanjang pemohon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik pemilihan umum.
"Dengan demikian, tidak terdapat relevansinya pemohon mengaitkan dalil tersebut untuk menjelaskan bahwa yang bersangkutan memiliki kerugian konstitusional sebagai akibat dari diberlakukannya norma dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu," kata hakim anggota I Dewa Gede Palguna.
(Baca juga: PDIP: JK Calon Kuat Dampingi Jokowi Bila MK Kabulkan Gugatan UU Pemilu)
MK juga menilai kedua norma dalam UU Pemilu tersebut juga tak berdampak langsung kepada pemohon. Menurut MK, pihak yang mungkin dapat mengalami kerugian konstitusional adalah partai politik.
Hanya saja, tidak semua partai politik dapat mengajukan permohonan tersebut. Menurut MK, kesempatan pengajuan uji materi hanya dimungkinkan bagi partai politik peserta pemilihan umum yang tidak ikut dalam membahas UU Pemilu di DPR.
"Dengan terbatasnya kemungkinan pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk menjadi pemohon dalam pengujian substansi norma a quo, sulit diterima oleh penalaran yang wajar untuk menjelaskan adanya causal verband antara kerugian hak konstitusional para pemohon dengan berlakunya Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu," kata Gede.
MK juga menilai argumentasi pemohon mengenai adanya kekhawatiran program kerja di Nawacita tak dapat dilanjutkan apabila Presiden Joko Widodo tak berpasangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak relevan dengan kedudukan hukum pengajuan permohonan. Lagi pula, MK menilai siapa saja dapat menjadi bagian dari tawaran visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Konstitusi berpendapat para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon dalam perkara a quo," kata Gede.
(Baca juga: Alasan JK Enggan Jadi Cawapres 2019, Bukan Semata soal Konstitusi)
Sebelumnya, dua kelompok pemohon berbeda mengajukan uji materi yang mengatur pesyaratan capres dan cawapres dalam UU Pemilu. Kelompok pertama diajukan oleh Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar, dalam perkara nomor 36/PUU-XVI/2018 yang diajukan pada Senin (30/4).
Permohonan kedua diajukan oleh Syaiful Bahri dan Aryo Fadlian yang diwakili Koalisi Advokat Nawacita Indonesia. Mereka meminta frasa "Presiden atau Wakil Presiden" dan "selama dua kali masa jabatan dalam yang sama" pada Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon uji materi ini menginginkan Kalla kembali mengikuti Pilpres 2019. Jokowi menganggap Kalla sebagai cawapres yang terbaik mendampinginya dalm Pilpres 2019. Selain itu, Demokrat pun menawarkan posisi Kalla sebagai pendamping Agus Harymurti Yudhoyono dalam Pilpres 2019.
Kalla sendiri enggan maju di Pilpres 2019 karena dirinya yang sudah tak lagi muda. "Umur saya 2019 (menjadi) 77 tahun. Karena itu mungkin saya perlu beristirahat," kata Kalla dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.
Dia pun sudah menyiapkan rencana setelah tidak menjadi pejabat publik akan melanjutkan kegiatannya di bidang sosial dan pendidikan agama. "(Kegiatan) di PMI (Palang Merah Indonesia), Dewan Masjid Indonesia, pendidikan. Insya Allah saya akan melanjutkan upaya-upaya ini karena itu juga sangat penting untuk masyarakat," kata dia.
(Baca juga: SBY-JK Bertemu, Demokrat Tawarkan Golkar Koalisi di 2019)