Divonis Hukuman Mati, Aman Abdurrahman Tolak Ajukan Banding

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (22/6).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
22/6/2018, 16.37 WIB

Pendiri dan pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman menolak mengajukan banding atas vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukum Aman, Asrudin Hatjani mengatakan jika kliennya menolak banding lantaran tak mengakui peradilan di Indonesia.

Aman sejak awal diketahui mempercayai adanya khilafah. Karenanya, Aman tak mengakui sistem negara di Indonesia.

"Kalau tadi dia nyatakan tidak mau," kata Asrudin ketika dihubungi Katadata, Jumat (22/6).

Kendati demikian, Asrudin masih akan berusaha membujuk Aman untuk mengajukan banding. Asrudin sempat menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim dalam sidang.

Menurut Asrudin, vonis yang dijatuhkan hakim tak tepat. Sebab, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan keterlibatan Aman dengan berbagai kasus teror di Indonesia.

Hakim, lanjut Asrudin, tak bisa hanya berpatok kepada seruan Aman kepada Abu Gar untuk melakukan amaliah seperti di Paris, Perancis. Abu Gar merupakan terpidana kasus bom Thamrin pada 2016 silam.

Karenanya, Asrudin bersama tim kuasa hukum lainnya akan membujuk Aman untuk mengajukan banding. "Ini kami lihat besok atau hari Minggu saya ketemu beliau untuk membahas itu," kata Asrudin.

(Baca : Pemimpin Kelompok Teroris JAD Aman Abdurrahman Dituntut Hukuman Mati)

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi tadi memvonis mati Aman Abdurrahman. Hakim menilai Aman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bertanggung jawab atas beberapa kasus terorisme di Indonesia. 


"Mengadili, menyatakan, [...] menjatuhkan pidana kepada Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman dengan pidana mati," kata Hakim Ketua Akhmad Jaini di PN Jakarta Selatan, seperti dikutip dari Antaranews.

Aman dijerat dengan dua dakwaan primer. Dakwaan pertama primer Aman yakni dianggap melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sementara dakwaan kedua primer yakni Aman dianggap melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

Aman dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme.  Aman diyakini menjadi dalang serangkaian kasus terorisme, seperti bom Thamrin awal 2016, bom Samarinda 13 November 2016, bom Kampung Melayu 24 Mei 2017, serta penyerangan polisi di Medan 25 Juni 2017 dan Bima 11 September 2017.

(Baca juga: Jejak Teror dari Kerusuhan Mako Brimob ke Ledakan Bom di Surabaya)

Dia juga dinilai telah menyebarkan paham terorisme melalui buku Seri Materi Tauhid dan blog Milah Ibrahim. Perbuatan Aman dinilai membuat banyak orang terpapar paham radikalisme.

Hal yang memberatkan dalam vonis Aman karena dia merupakan residivis dalam kasus terorisme. Aman tercatat menjadi narapidana dalam kasus pelatihan teror di Aceh pada 2009. Aman pun divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010.

Selain itu, Aman juga dijatuhi hukuman beras karena dia merupakan penggagas dari JAD, jaringan yang melakukan berbagai kasus teror beberapa waktu lalu. Aman juga dianggap sebagai pemberi saran dan penggerak kepada pengikutnya untuk melakukan jihad dan amaliyah teror melalui dalil-dalilnya.

Karena perbuatannya,  Aman dianggap menyebabkan  banyaknya korban meninggal dan bom meledak. Dengan demikian, majelis hakim menyebut tak ada alasan yang dapat meringankan hukuman Aman.