Survei LSI Denny JA: PKS, PAN dan Nasdem Terpental dari Parlemen 2019

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Sejumlah pengurus partai politik menghadiri pengundian nomor urut partai politik peserta pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (18/2/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
8/5/2018, 17.37 WIB

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksi hanya lima partai yang akan lolos ambang batas parlemen atau memiliki suara hasil pemilihan legislatif lebih dari 4% yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, dan Gerindra, Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Nasdem diperkirakan akan terpental dari parlemen hasil pemilihan legislatif 2019.

Dari lima partai yang diperkirakan lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) hanya tiga partai yang memiliki elektabilitas lebih dari 10%.

Mereka yakni PDIP, Golkar, dan Gerindra. PDIP saat ini berada di posisi pertama dengan perolehan suara sebesar 21,70%. Posisinya disusul Golkar dengan elektabilitas sebesar 15,30% dan Gerindra sebesar 14,70%.

"Kemungkinan besar Pemilu 2019, tiga partai ini yang akan berebut menjadi pemenang nomor satu," kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa di kantornya, Jakarta, Selasa (8/5).

(Baca juga: Survei: PDIP, Golkar dan Gerindra Akan Bersaing Ketat di Pileg 2019)

Sementara dua partai yang lolos ambang batas parlemen namun berada di bawah 10% yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan elektabilitas sebesar 6,20% dan Demokrat sebesar 5,80%.

Perkiraan ini berdasarkan survei LSI Denny JA pada 28 April - 5 Mei 2018. Survei diadakan dengan melibatkan 1.200 responden di seluruh Indonesia berdasarkan metode acak (multistage random sampling). Survei ini dilakukan dengan tingkat kesalahan (margin of error) sebesar 2,9% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%.

Ada pun partai-partai yang memiliki ambang batas di bawah empat persen yakni PAN (2,50%), Nasdem (2,30%), Perindo (2,30%), PKS (2,20%), dan PPP (1,80%). Adapun Hanura, PBB, Garuda, PKPI, PSI, dan Berkarya hanya memiliki elektabilitas di bawah 1%.

Ketentuan ambang batas parlemen diatur dalam pasal 414 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Setiap partai politik yang tidak memperoleh minimal 4% suara dalam Pemilu 2019 tidak berhak memiliki kursi di Parlemen.

(Baca: SMRC: Elektabilitas Mayoritas Parpol Turun, Hanya PDIP Terus Menanjak)

Asosiasi dengan calon presiden

Peneliti LSI denny JA mengatakan tingkat elektabilitas terkait dengan asosiasi antara partai dan calon presiden (capres). Ardian menyebutkan, PDIP dapat menempati posisi teratas karena memiliki asosiasi yang kuat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebanyak 65% responden menyatakan bahwa PDIP merupakan pengusung Jokowi yang paling kuat.

Hal yang sama dialami Gerindra. Elektabilitas Gerindra masih dipengaruhi oleh pengusungan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto. Berdasarkan survei, sebanyak 80,9% responden masih melekatkan Gerindra dengan Prabowo.

"Asosiasi ini yang akan memberikan dukungan untuk partai," kata Ardian.

Golkar dinilai memiliki elektabilitas yang cukup besar karena programnya dianggap cukup disukai pemilih. Adrian memaparkan pemilih menyukai program sembako murah sebanyak 87,5%, pemilih menyukai program lapangan kerja (84,4%). Kemudian, pemilih menyukai program rumah harga terjangkau dan mudah akses (82,4%), pemilih menyukai program teknologi tinggi untuk keadilan dan kesejahteraan (76,9%).

"Jadi jawaban kenapa Golkar masih bisa bertahan di urutan kedua karena Golkar memiliki empat program unggulan ini. Namun tingkat pengenalan program ini kurang dari 15%," kata Ardian.

(Baca juga: Populer Jadi Cawapres, Menteri Susi: Saya Tidak Mencari Panggung)

Menurut Ardian, asosiasi kuat terhadap capres dan program populer dapat diikuti oleh partai-partai lainnya untuk bisa mendongkrak elektabilitas mereka. Ardian menilai, partai-partai yang elektabilitasnya belum memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4% karena tak memiliki dua hal ini.

Selain itu, skandal partai juga membuat elektabilitas turun. Dia mencontohkan, elektabilitas Hanura turun menjadi 0,70% karena isu perpecahan partai. Adapun, PSI saat ini hanya memiliki elektabilitas sebesar 0,10% lantaran dikaitkan dengan Sunny Tanuwidjaja.

Sunny yang merupakan salah satu Dewan Pembina PSI sempat dicegah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap reklamasi. Status cegah terhadap Sunny berakhir pada 6 Oktober 2016 dan tidak diperpanjang.

Karenanya, Ardian menyaranakan agar partai tidak membuat skandal yang menghebohkan publik. Dia pun menyarankan agar partai dapat melakukan pencitraan positif secara massif dan terstruktur untuk bisa mendongkrak elektabilitas.

Terlebih, saat ini ada beberapa partai yang dinilai belum dikenal kiprahnya, seperti PKPI (0,1%), Garuda (0,3%), dan Berkarya (0,1%).

Menurut Ardian, partai-partai dengan elektabilitas yang masih rendah sebenarnya dapat memanfaatkan peluang swing voters yang diperkirakan mencapai 23,5% dari suara pemilih.  Namun demikian, partai harus berusaha ekstra keras untuk bisa mendapatkan suara mereka.

"Perlu usaha ekstra untuk bisa masuk ke parlemen," kata dia.