Harga Minyak Indonesia pada April Tertinggi Sejak November 2014

KATADATA
tambang minyak lepas pantai
4/5/2018, 14.48 WIB

Harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) Indonesia bulan April telah mencapai US$ 67,43 per barel. Capaian ini meningkat dibandingkan bulan Maret 2018 yang mencapai US$ 61,87 per barel, bahkan tertinggi sejak November 2014. Penyebab kenaikan ICP April itu lantaran harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan.

Jika dirinci harga minyak jenis Dated Brent naik menjadi menjadi US$ 71,80 per barel pada April lalu, naik US$ 5,90 per barel dari US$ 65,90 per barel pada Maret 2018. Begitu juga jenis minyak Brent (ICE) pada April 2018 mencapai US$ 71,76 per barel, naik dari posisi Maret yang hanya mencapai US$ 66,72 per barel. 

Tak hanya Brent, harga minyak jenis WTI (Nymex) pada April 2018 sebesar 66,33 per barel, naik dari posisi Maret 2018 yang hanya sebesar US$ 62,77 per barel. Adapun harga minyak jenis Basket OPEC hingga 27 april 2018 mencapai US$ 68,30 per barel, naik dari Posisi Maret 2018 sebesar US$ 63,76 per barel.

(Baca: Harga Minyak Indonesia Januari 2018 Capai Level Tertinggi Sejak 2015)

"Menurut Tim Harga Minyak Indonesia, kenaikan harga ICP ini sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional yang mengalami kenaikan," mengutip website migas kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/5).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan harga minyak mentah dunia alami kenaikan. Pertama, meningkatnya permintaan minyak mentah global. Publikasi OPEC pada April 2018 menyebutkan pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun ini telah disesuaikan lebih tinggi sekitar 30 ribu barel per hari (bph) dibandingkan dengan penilaian bulan sebelumnya. Sehingga pertumbuhannya menjadi sebesar 1,63 Juta bph.

Berdasarkan publikasi International Energy Agency (IEA) di bulan April 2018, untuk tahun ini tercatat permintaan minyak 2018 secara keseluruhan diperkirakan tumbuh sebesar 1,5 juta bph. Selain itu Permintaan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada kuartal 1 tahun 2018 juga telah direvisi naik 315 ribu bph.

(Baca: Sri Mulyani Ramal Asumsi Harga Minyak dan Rupiah di APBN 2018 Meleset)

Kedua, menurunnya stok produk hasil minyak di Amerika. Energy Information Administration (EIA) mencatat stok minyak hasil sulingan atau distillate fuel oil di Amerika Serikat bulan lalu turun 6,3 juta barel dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 122,7 juta barel. Selain itu stok bensin atau gasoline Amerika Serikat turun 2,8 juta barel menjadi 236,8 juta barel.

Ketiga, tren pertumbuhan perekonomian global terus berlanjut. OPEC mencatat tingkat pertumbuhan global sebesar 3,8 persen. Pertumbuhan perekonomian ini mengalami peningkatan dari perkiraan bulan sebelumnya yang meliputi kawasan Eropa, Inggris dan Brazil.

Keempat, meningkatnya ketegangan geopolitik di wilayah Timur Tengah akibat penyerangan udara dari Amerika Serikat, Perancis dan Inggris kepada Suriah. Pemboman tersebut disebabkan oleh intervensi terbesar oleh negara-negara Barat terhadap Suriah dan sekutunya-sekutunya termasuk Rusia.

Kelima, adanya peningkatan hasil produk atau throughput kilang. Berdasarkan publikasi IEA di bulan April 2018, terdapat peningkatan aktivitas kilang pengolahan setelah dua tahun pertumbuhan yang relatif rendah. Dengan begitu, penambahan kapasitas kilang kembali membaik terutama di Amerika dan kawasan timur tengah.

Sementara itu faktor kenaikan harga minyak untuk kawasan Asia Pasifik disebabkan oleh dua hal. Pertama, peningkatan permintaan minyak di India. Dalam hal ini minyak tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan infrastruktur pemerintah. Selain itu ada juga peningkatan permintaan minyak dari Korea Selatan yang digunakan untuk kebutuhan industri petrokimia. Kedua, kondisi pertumbuhan perekonomian di India dan China yang tinggi.